Wong Jawa Moro, Wong Jawa Teko
Bangsa dan rakyat Indonesia selalu berharap
adanya perubahan, mulai dari atas sesuai sistem demokrasi. Tak disangka, sistem
demokrasi yang laku, laris manis adalah justru siapa banyak suara, akan menang.
Hukum ekonomi mendominasi akal, logika, nalar,
daya pikir manusia politik.
Singkat kata, di pilpres 2019, Indonesia wajib
menemukan sosok baru figur anyar presiden
ke-8. Karena terbukti di periode 2014-2019 terjadilah jati ketlusuban
ruyung = kumpulané wong becik kelebon wong ala.
Kalkulasi politik sudah membuktikan bahwa asas “noto
negoro” tak berlaku untuk menerawang syarat utama bakal calon presiden dan/atau
wakil presiden.
Masyarakat sudah tak berharap datangnya Satria
Piningit. Karena banyak pihak merasa dapat wangsit. Sudah tak peduli dengan
wahyu akan jatuh di tangan siapa. Karena di zaman now ini, “wong ala” adalah mereka yang kuasa, kuat, kaya.
Politik juga tidak memilah dan memilih pribumi
asli. Asal punya uang, ada sponsor, bagian integral dari investor politik multi
nasional maupun apalagi mancanegara.
Jadi, siapa saja, dengan dukungan pemain lama,
wajah baru yang betul-betul baru dan asing bagi rakyat, dimungkinkan akan
muncul.
Rakyat tinggal berdoa, mohon yang terbaik untuk
bangsa ini. Jangan sampai “wong ala” bisa dimana saja, bisa siapa saja. Siapa yang
akan memangku Ibu Pertiwi? [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar