Halaman

Kamis, 25 Januari 2018

berdiri di atas kaki, berkata di bawah lidah



berdiri di atas kaki, berkata di bawah lidah

Pasti judul dimaksud bukan pepatah, bukan petuah. Anggap hanya sekedar judul. Gabungan yang nyata dengan yang memang begitu adanya. Apa mau dikata.

Bahasa menunjukkan bangsa. Logat, aksén, dialék bahasa menunjukkan asal daerah di Nusantara.

Berbahasa membuktikan isi perut. Bahasa ucap, tutur, ujar seseorang ada yang tampak spontanitas, seolah cerdas dan ringan mulut, ringan lidah. Bahasa tulis orang dan/atau manusia yang serba bebas. Jadi, semakin bebas mengolah kata menunjukkan ketidakbisaan mengendalikan diri.

Ternyata, peradaban dan berkemajuan umat manusia ditentukan oleh daya tutur, gaya ujar atau budi bahasanya.

Bahasa ada tingkatannya, tergantung penggunaan dan yang siapa yang menggunakannya. Di bahasa Jawa, ada istilah ngoko sampai dengan kromo inggil. Tapi kalau ada wong Jawa menggunakan kata kasar, misuh (yang tenar antara lain dengan menyebut nama fauna) maka diledek sedang memakai gaya bahasa “kromo inggil”.

Sejatinya, diamnya orang yang diam saat menyikapi keadaan, sebagai ciri kearifannya. Bukan ketidakpedulian. Semakin tahu dengan fakta atau ayat kauniyah, menjadikan orang semakin bijaksana.

Syahwat politik Nusantara, menjadikan manusia politik tidak bisa membedakan apakah modus tutur, ucap, cuap, ujarnya sangat beda dengan kentut, buang gas, buang angin.

Jangan salahkan kalau marak, beredarnya, merebaknya berita bohong alias hoax akibat ulah panutan. Bagaimana bahasa penguasa akan berbalik. [HN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar