ideologi lawas teranyarkan, malah kembali ke Pancasila
Panggung politik Nusantara
mengalami restorasi di tempat kejadian peristiwa dan perkara, reformasi
ketinggalan zaman sekaligus dilanda demam revolusi mental tingkat abal-abal. Ada
pihak unjuk diri di awal tahun politik 2018.
Padahal, kata sejarah yang tidak
bisa dipelintir apalagi dipolitisir, membuktikan bahwasanya barangsiapa bermain
api, akan panen kebakaran. Tak terkecuali ketika penguasa Orde Lama bermain
politik dengan mendeklarasikan NasAKom (nasionalis, agama, komunis) sebagai
menu utama politik dalam negeri.
Aliran darah ideologi memang
terwariskan ke anak cucu. Kendati sang pewaris tidak harus mendirikan sebuah
perusahaan keluarga yang berlabel partai politik.
Di negara maju, seperti halnya
Indonesia, partai keluarga, partai dinasti, partai trah, partai kekerabatan
sudah bukan sekedar impian. Tak ayal lagi, bahkan masuk skala bak pemerintah
dalam pemerintah. Pemerintah bayangan secara de facto yang utama dan dilegimitasi dengan pilkada secara de jure.
Wajar jika ada konflik internal
di lingkungan pewaris ‘nasakom’. Ikhwal ini rakyat yang buta politik, sudah memaklumi sebagai kejadian
yang biasa, wajar, alami sekaligus manusiawi.
Akankah bangsa dan rakyat tetap
akan berpangku tangan ketika melihat pernak-pernik, aneka variasi, generasi
serba-G yang secara sadar diri di bawah kendali, komando, koordinasi asing
untuk bermain politik di bumi tempat lahirnya Pancasila.
Sejarah sedang diuji oleh modus korporasi
penabur dan penebar fitnah dunia, yang menguasai media massa berbayar. Dukungan
nyata relawan yang menggandakan kisah sukses sang penguasa. Yang bikin saja juga
bingung akan benar atau tidaknya. Namanya politik tanpa ideologi, disegarkan
dengan humor politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar