dilema
tahun politik 2018, anak emas vs medali emas
Kendati di atas, malah justru
kalkulasi politik di tahun politik 2018, menunjukkan kalau NKRI bukan sebagai
juara umum di laga kandang pilkada serentak 2018. Rahasia umum, biaya
operasinal pilkada serentak memang masuk APBD provinsi maupun APBD kabupaten/kota
ybs.
Biaya politik untuk mobilisasi
pemilih maupun biaya promosi paslon, banyak pihak yang merasa bertanggung
jawab. Memang tidak ada pemain asing di pilkada serentak 2018.
Jangan salah prasangka kawan. Artinya,
bukan berarti tak ada konspirasi dan/atau skenario asing.
Logikanya, manusia ekonomi bisa
menentukan nasib si anak emas yang masuk nominasi paslon. Pasca sumpah dan/atau
janji jabatan, maka argo sang manusia ekonomi melaju deras. Efek politik
transaksional, bagi hasil, sistem ijon. Win-win solution, ujar di dalang
Sobopawon.
Alternatif yang aman. Biarkan pemilukada
seretak berjalan murni, tak ada oplosan. Setelah itu baru ada barter politik.
Selama proses pilkada belum usai,
tentunya kondisi stagnan menghantui tata niaga modus manusia ekonomi. Beda dengan
seberapa kecil uang masuk dari TKI/TKW yang adu nasib di laga tandang, yang
masuk ke daerah pilihan. Maaf, yang mengalir tiap bulan ke daerah asal TKI/TKW.
Seberapa banyak perolehan medali
emas kontingen RI di pesta demokrasi olahraga Asia Games XVIII yang start
18.08.2018 tentu tang bisa diintervensi oleh manusia politik. Tidak bisa
dipolitisir. Kendati bisa direkayasa untuk mendulang, mendongkrak pamor
penguasa. Yang mana, dimana, sang penguasa memakai taktik mendulang pamor di
luar tapal batas wilayah NKRI. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar