watak asli vs akal sehat
Akal tidak sekedar tanda pembeda antara
manusia dengan makhluk hidup lainnya ciptaan-Nya. Hakikat pada nilai, kadar,
porsi réligiusitas. Akal diri saat mencerna ketauhidan. Akal mendasari
keimanan. Kian anak bangsa pribumi Nusantara berakal, banyak akal maka akan
berbanding lurus dengan kekurangan akal sehatnya. Akal sehat dijaga dengan
asupan gizi religi.
Tekanan hidup mampu menjadikan
manusia muncul keluguannya. Menerima apa adanya tanpa keluh-kesah. Lebih pilih
berlumuran peluh tanpa desah gerutu. Lugunya masih asli. Perjalanan hidup muncul
kasta masyarakat atau kategori manusia politik. Daya lugu kian radikal. Sadar diri
dengan bangga menampakkan watak asli.
Sifat manusia sudah terterakan
secara ketauhidan antara lain: ketergesaan, keluh-kesah, tamak dan bakhil
maupun keras kepala. Macam jiwa manusia: jiwa yang selalu menyuruh pada
kejahatan; jiwa yang selalu menyesali serta jiwa yang tenang.
Adalah melek teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) anak bangsa pribumi Nusantara sudah melampaui daya tampung,
daya dukung dan daya dong-nya. Penyandang kategori wong ndeso pun, melek TIK melampaui fantasi politiknya.
Generasi Nusantara yang didominasi
perwatakan generasi melek sandal, generasi korban TIK utawa gekotik, tak
ditentukan oleh batasan usia. Karena anak kemarin sore, anak bau kencur atau
bahkan sejak dalam kandungan sudah ramah TIK. Dunia semakin sempit dan
menyempitkan pertumbuhan jiwa raga. Pemain di dunia maya tak disyaratkan
pendidikan formalnya. Asal bisa calistung, langsung masuk pasar bebas menulis. Kian
IQ tinggi berbanding lurus dengan kian EQ jongkok. Merdeka berujar apapun. Watak
asli berupa ahli membuat kalimat yang buruk. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar