Halaman

Rabu, 23 Januari 2019

watak asli vs akal sehat


watak asli vs akal sehat

Akal tidak sekedar tanda pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya ciptaan-Nya. Hakikat pada nilai, kadar, porsi réligiusitas. Akal diri saat mencerna ketauhidan. Akal mendasari keimanan. Kian anak bangsa pribumi Nusantara berakal, banyak akal maka akan berbanding lurus dengan kekurangan akal sehatnya. Akal sehat dijaga dengan asupan gizi religi.

Tekanan hidup mampu menjadikan manusia muncul keluguannya. Menerima apa adanya tanpa keluh-kesah. Lebih pilih berlumuran peluh tanpa desah gerutu. Lugunya masih asli. Perjalanan hidup muncul kasta masyarakat atau kategori manusia politik. Daya lugu kian radikal. Sadar diri dengan bangga menampakkan watak asli.

Sifat manusia sudah terterakan secara ketauhidan antara lain: ketergesaan, keluh-kesah, tamak dan bakhil maupun keras kepala. Macam jiwa manusia: jiwa yang selalu menyuruh pada kejahatan; jiwa yang selalu menyesali serta jiwa yang tenang.

Adalah melek teknologi informasi dan komunikasi (TIK) anak bangsa pribumi Nusantara sudah melampaui daya tampung, daya dukung dan daya dong-nya. Penyandang kategori wong ndeso pun, melek TIK melampaui fantasi politiknya.

Generasi Nusantara yang didominasi perwatakan generasi melek sandal, generasi korban TIK utawa gekotik, tak ditentukan oleh batasan usia. Karena anak kemarin sore, anak bau kencur atau bahkan sejak dalam kandungan sudah ramah TIK. Dunia semakin sempit dan menyempitkan pertumbuhan jiwa raga. Pemain di dunia maya tak disyaratkan pendidikan formalnya. Asal bisa calistung, langsung masuk pasar bebas menulis. Kian IQ tinggi berbanding lurus dengan kian EQ jongkok. Merdeka berujar apapun. Watak asli berupa ahli membuat kalimat yang buruk. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar