Generasi Emas Nusantara Tanya Silisilah Leluhur
Anak bangsa pribumi Nusantara, langganan terbentur jidat,
mulut, lutut, tak ada kapoknya. Merasa bak digembléng. Alam ikut “menggembléng”-pun
tetap berwatak gembléléngan. Teman senasib banyak. Tak perlu merasa rugi, sendiri. Jauh
watak dari evaluasi diri.
Merasa nyaman hidup di zona aman. Begitu ada revolusi
mental, jiwa yang tak siap, akan mental hidup-hidup. Terlempar dari pusaran
kehidupan. Nasib masih memihaknya. Berkat warisan nama baik leluhur. Pujian bapak
ke anak, bahwa ysb anak cerdas, kian membesarkan kepalanya. Disambar géledék
malah ngelédék. Sambil acungkan tinju ke langit. Tak percaya kampung akhirat.
Manusia ekonomi. Kekayaan orang superkaya multinasional,
semiglobal sebesar akumulasi kekayaan kasta masyarakat yang kurang beruntung. Orang
kaya bingung membuang duitnya. Pak ogah, logam 500 Rp diterima dengan syukur. Merasa
dirinya siapa.
Manusia politik. Sebagai pemenang pesta demokrasi, jumlah
tak sebanding dengan pemilih. Namun mampu menentukan nasib seluruh anak bangsa
Nusantara. Satu periode, pancawarsa, lima tahun, terjadi sport jantung di
kawanan koalisi partai politik pro-pemerintah. Siapa jadi apa.
Kombinasi paripurna antara manusia ekonomi dengan manusia
politik, benderang di siang bolong di 2014-2019. Siapa menentukan siapa akan
jadi apa. Daya kendali Rp menentukan langkah politik penguasa.
Aksi senyap rakyat atau pihak yang masih ingat dengan
jati diri, aku ini siapa, milik siapa. Akar rumput yang mampu menahan goncangan
akibat bencana politik. Setiap godaan setan politik, pasti ada jalan keluarnya.
Akhir riwayat. Cikal bakal generasi emas. Yang roh,
arwahnya sudah ditetapkan oleh Allah swt. Hanya belum ditiupkan. Mendapat tugas
khusus melacak leluhur yang masih punya jiwa luhur.
Jadi, Mau apa lagi. Apa mau lagi. Apa lagi mau. Lagi mau apa.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar