isi ulang bumi dengan air hujan
Alhamdulillah berkat faktor ajar orang tua. Tatkala saya masih ikut orang tua. Ibu dengan jasa
tukang kebun, membuat jogangan. Model gali lubang tutup lubang. Tanah digali,
ukuran sesuai kondisi lingkungan. Tempat sampah organik. Halaman depan kian
meninggi. Berlomba dengan pengaspalan jalan.
Saatnya saya kerja dan berumah tangga. Jauh dari orang tua. Modal warisan
nama baik dan ilmu. Tradisi gali jogangan saya lanjutkan di rumah tinggal versi
KPR-BTN. Tanah terbuka hijau. Carport di samping kanan rumah. Pohon pelindung
yang akhirnya menjadi masalah dengan bangunan dan lingkungan. Mengoptimalkan manfaat
pekarangan. Antisipasi becek, lahan terbuka diisi kerakal, kerikil.
Musim kering yang berdampak lingkungan menjadi sulit air. Sebelah barat
blok rumah saya, lapangan RT. Bantuan pemda kota Tangsel dibangun menara air. Tukang
jual air, gerobak dorong maupun gerobak motor, sibuk. Rasanya, tak pernah sepi
antaran.
Bukan karena tipe rumah. Halaman penuh atap. Nyaris tanpa tanaman. Penghuni
pria acap telanjang dada. Bantuan kipas angin tak membantu. AC untuk kamar
tidur.
Bayangkan, betapa dan berapa kubik air hujan langsung masuk ke got, selokan
depan rumah. Dibantu polder. Maklum, lokasi bekas sawah. Tanggul sungai
antiispasi banjir kiriman. Jalan menjadi tempat parkir mobil.
Akhir 2012, jalan lingkungan ditinggikan dengan beton tuang, tanpa
tulangan. Tinggi lantai awal, di bawah tinggi jalan. Masih terdapat di beberapa blok, jalan bebas
banjir. Rumah terendam.
Kisah lingkungan dua RW dan sekaligus dua kelurahan yang dipisahkan sungai
di atas, belum berakhir. Masuk dekade kedua
sebagai kota. Revisi tipe bangunan untuk penentuan PBB. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar