tatkala orang baik pilih diam
Bersyukur juga boleh. Akibat
ketahanan politik anak bangsa pribumi sudah melampaui ambang batas. Daya cerdas
politik masih bergerak di zona aman terkendali. Periode 2014-2019 mereka naik
klas. Masuk stadium penyakit politik épidémis. Kadar penyalit politik memang beredar
secara luas. Melanda di kumpulan rakyat
banyak, di suatu tempat kejadian, dalam waktu
yang sama.
Bersifat umum atau merakyat. Ada
juga yang bergaya pola éndemi. Penyakit politik ini selalu terjangkit pada
beberapa orang dari suatu daerah pilihan tertentu. Pada suatu golongan masyarakat.
Meningkat menjadi éndemis, penyakit politik yang secara tetap menetap di
tempat-tempat atau di kalangan orang-orang tertentu dan terbatas pada mereka.
Pola penyakit politik menjadi
semakin kompleks, yang akan memperbesar beban sektor sosial. Jadi, dapat dipastikan begitulah fakta dan
datanya, bahwasanya penyakit politik bukan penyakit individu, perorangan
manusia politik. Menjadi hak partai politik seutuhnya, bulat penuh. Bentuk lain
dari watak, karakter dan spesifikasi sebuah partai politik. Rekam jejak ikut
pesta demokrasi menjadikan penyakit politik sebagai tetenger atau trade mark.
Rumusan “pejah gesang ndèrèk panguwasa” menjadi penyakit sejarah yang sulit dihapus dari peta
peradaban NKRI. Semboyan heroik adalah “berdiri paling depan di belakang
penguasa”. Sigap 24 jam untuk menerima warisan dan sekaligus siap hindar diri
dari segala kemungkinan arus balik yang merugikan.
Dari periode
ke periode, peradaban manusia politik berevolusi secara meyakinkan. Melaju mulai
dari level bergantung hidup dari alam (depend on nature), mengelola alam
(manage the nature), sampai pada tahap mengendalikan alam (controls
the nature) dan kembali menggantungkan nasib kepada kemurahan alam. Politik
sebagai mata pencaharian.
Proses alami syahwat politik Nusantara mengalami tantangan. Petugas partai
sampai simpatisan semu, tampak kompak dalam ketidakkompakkan. Bingung binti
mbilung.
Manusia politik penyandang penyakit politik, tampak nyata di layar kaca. Tak
pandang warna bulu. Kian lebar mulut, sangar wajah seolah tampak berbobot dan
berotot. Pemain watak sekaliber yang pernah tercatat, masih kalah garang. Gaya gemulai,
priya tulang lunak akibat gaya dan daya sesuai asas penurunan daya ingatan dan
pendapatan secara permanen.
Degradasi lingkungan politik tidak
terlepas dari kehidupan sosial ekonomi setiap peradaban manusia politik.
Khususnya pihak yang menentukan kebijakan partai. Serakah politik sudah
melampaui ambang batas kesabaran alam. Manusia (serigala) politik dimana pun
bercokol, mampu “menentukan” kebijakan alam.
Politik berbasis kemaslahatan umat
Islam adalah mampu bermain di semua lini, di segala lajur, di setiap musim. Ada kalanya turunkan tensi. Sikap diam bukan
berarti pasif. Membaca situasi dengan cermat. Jaga jarak sesuai batas pandang. Jangan
terpengaruh apalagi terbawa arus modus, pola main pihak yang menghalalkan segala
cara. Politik bukan sebagai panglima. Namun harus tetap digerakkan secara total
jenderal.
Bukan sekedar menjaga keseimbangan
alam politik, tetapi sebagai pihak yang menentukan tata niaga politik Nusantara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar