Halaman

Rabu, 16 Januari 2019

daya ideologi bangsa, modal mulut vs bahan baku kentut


daya ideologi bangsa, modal mulut vs bahan baku kentut

Jelas beda antara ideologi dengan politik. Lepas dari fakta kamus yang ada. Politik pun menjadi multitafsir. Si penafsir pun punya banyak stok alasan. Biasanya kalah banyak dengan kejadian nyata di tempat kejadian bencana politik.

Bencana politik mulai dari yang seolah tak terasa, namun nyata. Ketika garam dapur rasanya asin keringat orang asing. Hasil olahan petani asing. Berkat kebijakan impor pemerintah RI, urusan perut bisa mengandalkan pangan impor. Indonesia mampu memberi makan petani negara lain.

Ikatan kepancasilaan kian menipis. Khususnya hubungan vertikal mengkuti pola piramida. Kian jauh dari rakyat, terpaan angin mampu menggoyang stabilitas wibawa. Kawan dekat bukan berarti siap bela. Biasanya malah mengingatkan setelah kejadian. SDM utawa selamatkan diri masing-masing, hal yang pokok dan utama.

Di zaman Orde Baru sudah dapat disimpulkan bahwasanya anak bangsa terjun ke dunia politik, untuk dan atau sebagai profesi, mata pencaharian, sumber penghasilan. Presiden kedua RI mampu ‘atas kehendak rakyat’ 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997, atau 6x disumpah. Golkar menjadi kendaraan politik yang total loyal.

Watak politik presiden kedua RI adalah lihai mendayagunakan orang pandai. Dukungan nyata kalangan intelektual sampai sokongan spiritual. Militer, Polri masih sebagai angkatan dan bagian TNI, jelas di bawah kendali Sang Jenderal Besar. Masa mengambang sampai tingkat desa/kelurahan, kian kuat daya cangkeram.

Pasca reformasi, perguliran dunia politik mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar