sénsasi débat politik pemilu 1955, kata kunci vs jurus
kunci
Faktor U (umur dan atau usia),
menjadikan penulis belum mempunyai hak pilih pada Pemilu 1955. Pesta demokrasi
pertama sekaligus terakhir di era Orde Lama. Lagu perjuangan bertemakan,
bernafaskan ‘nasakom’ menjadi lagu wajib. Terasa heroik membara bagi kawanan pejah gesang ndérék Bung Karno.
Selama dua periode atau satu dasa
warsa. Tepatnya 1955-1965. Siaran Radio Nusantara II RRI Yogyakarta, menjadi
barang mahal. Bencana politik, mungkin hanya di antara elit parpol. Tidak juga.
Betapa garangnya PKI menghadapi kaum religius Islam. Fakta bicara dan data
menyanyi sejarah sebagai bukti.
Kebangkitan sejak peristiwa Madiun
Affair September 1948. Tidak serta merta senyap, lenyap. Parpol ber-platform kiri
atau partai merah, berkonsolidasi di dalam dan di luar NKRI. Hasil nyata dengan
peristiwa pemberontakan PKI, 30 September 1965.
Penyederhanaan jumlah parpol di masa
Orde Baru. Jumlah boleh berkurang tapi nuansa warna atau jiwa ‘nasakom’ tak
akan pudar.
Selama masih ada kategori miskin,
melarat dan sejenisnya. Masyarakat kurang beruntung secara ekonomis. Masih tak
mempengaruhi wibawa negara. Kesenjangan antar daerah pun, hanya dianggap
sebagai dampak laju pembangunan nasional. Semangat otonomi daerah diperkuat
dengan pola dinasti politik.
Maraknya peolok-olok politik sebagai
bukti mulia penyediaan lapangan kerja. Penyakit masyarakat adu gengsi dengan penyakit
politik. Penyakit masyarakat menjadi bidang garap aparat keamanan atau polisi. Penyakit
politik masuk sasaran OTT KPK. Perseteruan tanpa batas waktu, Buaya vs Cicak. Membuktikan
betapa cerdasnya pemerintah menghadirkan pemerintahan yang bersih. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar