Sisi Lain Kehidupan Yang Lebih
Unggul
Selama hidup di dunia, manusia wajib
ikhtiar, berdaya usaha, bersunggguh-sungguh melakoni kodratnya. Merasa akan hidup
selama-lamanya, selama mungkin. Menyiapkan rencana, kondisi yang diinginkan
jauh menembus batas waktu dan ukuran
jarak.
Sengaja berkasab alias berusaha,
berupaya atau berikhtiar yang dilakukan sesuai kapasitas diri sebagai manusia serta
sejalan atau menuruti kehendak, keinginan hatinya.
Sengaja atau sengaja, maksudnya
berilmu atau sesuai naluri, insting memberdayakan kasih sayang-Nya. Diam diri
saja, seolah manusia tetap bisa eksis. Merasa sukses dunia karena peras keringat
sendiri sampai tanpa ampas.
Berkat teknologi cerdas membuat
manusia merasa cepat cerdas. Akhirnya aneka
ténggang: daya, waktu dan tangguh membuat manusia dengan segala akhlaknya
menyatu. Batas akhlak didominasi daerah abu-abu. Juga tidak.
Manusia kian menapak sisa kontrak
hidup, fokus di jalan lurus. Seolah tak ada pilihan. Karena semua lajur
dikuasai urusan dunia. Bukti bahwa Allah swt menjaga sang hamba. Umat manusia terjebak
koridor asas taat dan atau asas adab.
Menjaga konsistensi dan eksistensi
ibadah vertikal. Sambil menjaga keseimbangan dengan amal dunia, hubungan antar
manusia.
Umat Islam tetap menjaga bahasa
langit di antara terpaaan bahasa dunia yangtak kenal waktu dan tempat. Seiring kumandang azan
yang bersahutan, sambung-menyambung tiada henti. Setan pun tak akan pernah
putus asa memperbanyak pengikutnya. Tempat ideal, favorit persekutuan manusia
dengan setan kian berpeluang, berkesempatan.
Budi pekerti, budi bahasa, budi
bicara menjadi pembeda antar kaum. Alam tidak sekedar jadi saksi. Aktif tindak
turun tangan. Angkat bicara dengan cara alam yang terzalimi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar