Halaman

Rabu, 09 Januari 2019

kata jejak sejarah, pejuang bangsa vs pecundang partai


kata jejak sejarah, pejuang bangsa vs pecundang partai

Kian cerdas anak bangsa Nusantara, kian kehabisan peluang untuk melakukan tindak laku bajik. Minimal dalam hubungan antar manusia dan atau orang. Saling jaga rasa, akhirnya enggan untuk bebruat baik. Takut didakwa tak ikhlas dan rela hati.. Ada maunya apa-apa mau. Ada pamrih terstruktur. Sudah udang, bungkuk pula lagi ketimbun longsoran batu.

Niat hati mengabdi kepada negara liwat jalur menjadi bagian terkecil dari kawanan pendérék penguasa, banyak saingan. Ijazah S1 nyaris tak dipedulikan. Syarat administrasi pun tak menyuratkan. Harga diri seolah tak ada harganya lagi.

Mbahnya haram saja sudah dikapling atau di bawah kuasa pihak tertentu. Melihat lokasi markas mereka saja, perlu rekomendasi bertahap. Lihat kinerja manusia politik di layar kaca, sudah merasa jadi bagian, punya andil.

Bukan kehendak sejarah kakek nenek moyang. Terjadinya generasi yang tak pernah muncul di pentas politik. Fakta reformasi menampilkan petugas partai jika terkena OTT KPK. Atau rersandung pasal hukum pidana.

Jangan dibandingkan dengan tarif kencan artis, model liwat prostitusi online. Terantung elektabilitas, popularitas. Soal bakat atau ada niat menambah ilmu, agar layak laga. Persaingan menjadikan serba bebas aktif. Kolektif kolegial maupun pelaku tunggal. Demi tujuan bersama, mengorbankan diri bangsa, tak perlu malu dan tak perlu ragu. Berani atau malu. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar