Halaman

Kamis, 10 Januari 2019

mental generasi melek sandal, kurang mengherankan

mental generasi melek sandal, kurang mengherankan

Bukan karena tak melakuikan prosesi acara adat tedhak siten ketika selagi masih usia 7 bulan. Lebih dikarenakan faktor internal mendarah daging, yaitu alergi, antipati, apriori kinerja, krida, kiprah pihak kamar sebelah.

Kadar radar diri sebagai kawanan pendérék penguasa, daya peka, peduli, tanggapnya hanya tergerak oleh aba-aba satu frekuensi. Selalu siap, siaga, sigap 24 jam. Jam tidur pun, tak masalah asal juragan riang hatinya.

Asupan gizi ijazah S1 atau lebih, tak menentukan daya olah lidah. Sensasi lidah tak bertulang dan sekaligus tak bercabang. Daya gempurnya di luar pengetahuannya. Jauh dari ilmunya. Semakin nista diri, ujaran penistaan kian bertubi-tubi tanpa hitungan.

Kandungan makna umur dan atau usia, tak terkait dengan minat diri sejak dini untuk  mendayagunakan ujung jari tangan seoptimal nafsu. Kawanan ini tak akan pernah kehilangan kata apa pun. Otak encernya mudah mencerna dan berdaya tampung luar biasa. Di atas rata-rata manusia normal. Contoh paling murah dalam bentuk olok-olok politik.

Pantang bagi mereka jika pepunden-nya disenggol fakta yang tak sesuai skenario. Tanpa aba-aba langsung pasang tanduk. Siap siaga bertindak tanduk sesuai hukum rimba. Sigap setia menyeruduk melebihi gerudukan babi buta. Selebihnya bak kebo kabotan sungu.

Setelah semua prosesi acara adat tersebut tuntas, lanjut dengan potong tumpeng. Nasi putih dicetak model gunungan atau kerucut, di lengkapi dengan sayur urap komplit.  

 Akhirnya, generasi melek sandal, banyak yang keprucut dari nasibnya. Kepencut benjut gelung kondé mbokdé mukiyo. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar