Halaman

Minggu, 13 Januari 2019

ada-ada saja, tunapolitik vs Penyandang Disabilitas Intelektual

ada-ada saja, tunapolitik vs Penyandang Disabilitas Intelektual

UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, telah disahkan di Jakarta pada tanggal 15 April 2016 oleh Presiden RI. Bukti keseriusan pemerintah.

Awam dan pembaca tentu juga masih samar-samar, apa itu Penyandang Disabilitas. Rekaman daya ingat, tahunya hanya pada penyandang gelar jawara, juara. Penyandang gelar akademis. Kata dasarnya adalah ‘sandang’.

Oleh karena itu (oki), simak UU dimaksud, khususnya pada:

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.       Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Rambu-rambu, simbol, logo ‘orang duduk di kursi roda’ menyuratkan, menyiratkan adanya lajur, lokasi penyandang disabilitas. Pengganti tangga, ada ramp atau jalan khusus pengguna kursi roda untuk masuk ke gedung pemerintah. Ujung tongkat putih mengikuti pola ubin di trotoar, sudah ramah tunanetra.

Ternyata, nyatanya, sebutan Penyandang Disabilitas bukan karena fisik atau tidak optimalnya  fungsi pancaindra. Agar tak rancu atau tak gamang diri, lanjut simak kata UU.

BAB II
RAGAM PENYANDANG DISABILITAS
Pasal 4
(1)          Ragam Penyandang Disabilitas meliputi:
a.       Penyandang Disabilitas fisik;
b.      Penyandang Disabilitas intelektual;
c.       Penyandang Disabilitas mental; dan/atau
d.      Penyandang Disabilitas sensorik.

(2)          Ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Agar tak bolong-bolong memahami judul, lanjut simak penjelasan UU:
Yang dimaksud dengan ”Penyandang Disabilitas intelektual” adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.

Kapan diuraikan pengertian ‘tunapolitik’. Di kamus apa pun kalau tak ada. Memang dan justru marak di kehidupan nyata. Dikisahkan di kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Masyarakat yang dinamis adalah yang siap, sigap, siaga dan selalu melakukan perubahan peradaban di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Landasan keimanan individu masyarakat, berkeimanan sosial bangsa menjadi perkuatan pondasi religius.

Semakin banyak pilihan menjadikan insan berketuhanan semakin loyal kepada satu produk, kepada orang. Bukan melihat sistem secara keseluruhan. Apa yang di depan mata, tertangkap oleh indra penglihatan, sontak dianggap terbaik. Bak terlanda dahaga, air berwujud apapun lebih berharga ketimbang emas.

Ketika politik tidak hanya menjadi atau sebagai panglima, meningkat menjadi agama bumi.

Mulai dari petugas partai sampai pengguna pasif ideologi sisa impor. Efek domino negara multipartai menjadikan ruang gerak kawanan partai, menggunakan hukum rimba. Indonesia sibuk diri dengan politik hafalan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar