politik keblinger,
Indonesia tansah ora pener
Jangan bilang siapa-siapa. Ini rahasia.
Jangan sampai kamar sebelah dengar. Jangan sampai pihak lawan politik tahu
fakta ini. Bahwasanya éféktivitas, kemanfaatan, daya guna, adikara yang namanya
politik Nusantara. Selalu pubertas. Setiap awal dan jelang akhir periode,
terjadi perubahan.
Setiap presiden terpilih selalu
alergi, antipati dengan daya kritis rakyat. Gerakan senyap dianggap merongrong
wibawa negara. Sanjungan penuh arti, disambut dengan gelar karpet merah. Sigap dengan
alat pemukul, pasal hukum menyusul. Jangan coba-coba main unjuk raga, pamer
rasa di depan hidung penguasa.
Masuk tatanan, tataran negara
multipartai. Apanya yang salah. Aneka modus, rekayasa, manipulasi atas nama
rakyat menjadi kontitusional. Urusan bumbu dapur keluarga menjadi tanggung
jawab dan wewenang pemerntah. Menjaga stabilitas kendil agar tak berguling,
pakai pasokan beras asing.
Dalil politik dalam negeri cukup
mengena. Asal perut rakyat masuk kategori sejahtera. Ora kober mikir sing ora-ora. Masyarakat kurang
beruntung tinggal kenangan. Gonjang-ganjing dikarenakan ada pihak yang merasa
hujan tak merata.
Paling runyam di kalangan anggota
angkatan. Kalau tak seangkatan, urusan angkat-mengangkat bisa tak sesuai
skenario. Boleh beda angkatan tapi harus satu angkatan. Bukan itu. Ringan sama
diangkat, berat sama satu angkatan
menjadi ringan. Krida politisi sipil ketebak sejak awal. Sebuah parpol belum
dideklarasikan, jelas merah putihnya. Mau apa lagi. Apa lagi mau. Lagi mau apa.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar