Halaman

Kamis, 24 Januari 2019

malu miskin, fakta bicara vs data tanpa kata


malu miskin, fakta bicara vs data tanpa kata

Semboyan generasi bebas hambatan: “biar miskin yang penting sombong”.

Miskin, melarat, kesrakat, sengsara, atau wong susah, kaum papa dan sebutan semaksud lainnya. Bahasa formal pembangunan nasional diperhalus menjadi manusia dan atau orang yang kurang beruntung.

Masih ingatkah kawan dengan formulasi pendidikan nasional. Rumusan hubungan antara kemampuan kecerdasan anak didik, peserta didik dengan daya bayar, swadaya keluarga.

Pertama. Daya cerdas anak didik di atas rata-rata. Keluarga mengandung unsur miskin. Program beasiswa atau pola lain tersedia.

Kedua. Daya cerdas anak di bawah rata-rata. Daya bayar keluarga jauh di atas rata-rata. Masih ada pola didik dan ajar yang sesuai.

Ketiga. Bukan kombinasi. Daya cerdas anak di bawah rata-rata. Daya bayar keluarga jauh di bawah rata-rata. Ayo, tolong cari solusi tepat guna.

Berita lain. Masih terkait dengan derita anak bangsa. Simak humor politik, dagelan politik, lelucon politik, banyolan politik. Dikisahkan dengan selera ironis binti miris.

Singkat kata. Syarat ikut pemilu serentak, pilkada, serentak. Tidak seketat seleksi ikut tes pengadaan pegawai atau CPNS. Kebijakan partai sebagai penentu bakal calon. Diutamakan yang sudah jelas kadar loyalitas. Masih kurang. Anak cucu ideologis menjadi penentu utama. Kontribusi terstruktur, terukur, semisal dana atau menjadi ATM partai.

Agar tampak ilmiah, saya otak-atik pasal 121. ayat (2) berikut penjelasannya pada UU 17/2014 tentang MD3. Menjadi, dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat. Usulan fraksi memperhatikan syarat-syarat senioritas dan integritas dari keanggotaan fraksi yang bersangkutan.

Ganti adegan.

Pemerintah mempunyai detasemen khusus antimiskin. Badan penanggulangan orang miskin di tempat. Satgas antimafia serba miskin. Program/kegiatan RPJMN jelas berantas mata rantai kemiskinan sejak dini. Mulai dari hulu sampai hilir.

Daya belanja masyarakat kurang beruntung. Karena tuntutan perut, saya belanja 3 lt beras merah dan 1 lt beras pera. Usai beli, tunggu kembalian. Datanglah seorang ibu rumga dengan busana khas. Tanpa pembuka kata. Ybs cuma beli 1 lt beras sambil tunjuk ember beras. Ternyata, beras yang dibelinya adalah harga yang paling murah. Bisa-bisa, pagi itu, beliau beli beras langsung ditanak untuk satu keluarga.

Akankah ibu rumga tadi terbiasa hidup pas-pasan, sebutan untuk penduduk miskin. Pas butuh beras, langsung belanja.

Jadi, siapa takut atau berani miskin. Takut msikin, jangan jadi wakil rakyat. Tutup buku éra mégatéga, gigihnya rakyat miskin vs ganasnya penguasa kaya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar