Halaman

Sabtu, 12 Januari 2019

perang batin manusia politik, bawah sadar vs bawah tanah


perang batin manusia politik, bawah sadar vs bawah tanah

Kinerja, krida, kontribusi kawanan parpol sebagai wakil rakyat akan terbaca jika menghadapi lawan tanding dari kamar sebelah. Tidak hanya itu. Internal partai, ada rebutan pengaruh menentukan pejabat elit. Ujung-ujungnya pada penentuan nomor urut sebagai caleg.

Wajarlah kawan. Pokok bahasan substantive bukan pada nilai benar salah, baik buruk. Apalagi yang memihak kepentingan, kebutuhan rakyat. Lebih ditentukan oleh kebijakan partai. Kian wajar jika ada partai yang katanya pro wong cilik. Tampak eksis karena dihuni manusia jiwa kerdil. Yang sigap taat perintah, order, aba-aba. Bukan saja siap melawan lawan politik. Siap menjadi apa saja, tak pakai tanya.

Warna politik memang kentara dan menjadi karakter turun temurun. Kembali ke 2018, ambil judul  bonus idélogi non-Pancasila, tak pakai lama vs tidak perlu mikir”.

Akankah terus beraksi “aksi garang penguasa tanda tak dalam”.  Rakyat disuguhi pembuktian diri kawanan loyalis penguasa, kawanan pendérék penguasa 2014-2019, dengan ritual politik “asu gedhé menang kerahé”. Dioplos dengan “anjing menggonggong tak menggigit”. Jangan salah ingatméntal radikal kawanan penguasa, khafilah tak berlalu tetap menggonggong”.

Sensitivitas dan daya cerna asupan politik anak bangsa cenderung memakai pola sumbu pendek. Olahkata saya bertajuk “pendidikan politik Nusantara, daya dong rendah vs telat mikir”, menjadi narasi lumrah, sederhana. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar