Halaman

Selasa, 29 Januari 2019

ketika rakyat tanpa wakil rakyat


ketika rakyat tanpa wakil rakyat

Tak ada kaitan dengan pasal buta politik, gagap politik, gagal politik. Secara konstitusional, rakyat karena faktor U belum menyandang hak pilih. Ditambah suara sah, tapi yang dipilih tidak memenuhi syarat jumlah suara jadi wakil rakyat.

Coblosan karena secara teknis tidak memenuhi syarat sah dan tidak dapat dimanfaatkan secara senyap. Ditambah dengan pemilih yang memilih golput. Memang ada rekap suara. Berapa % suara sah dibanding total penduduk.

Negara multipartai berdampak banyak wakil rakyat. Akankah daerah pilihan membengkak. Jelang pemilu, muncul parpol baru. Peluang bagi rakyat untuk menjadi wakil rakyat. Dibilang alasan, niat luhur, cita-cita terselubung, minat kuat menjadi wakil rakyat. Mata pencaharian, profesi yang menjanjikan.

Bagi pegiat sosial berbasis perumahan, teritorial semisal RT, RW. Adab bermasyarakat bukan barang baru. Ditambah ilmu agama tentang ukhuwah. Ikatan religi, akidah menjadi ikatan kuat untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Pemerataan kesejahteraan dengan praktik zakat, infaq, sedekah.

Pancasila sudah menjabarkan bagaimana seharusnya cerdas politik. Utamakan persatuan, kesatuan dan keutuhan NKRI. Jangan mudah terbawa arus sentiment global yang serba mendikte.

Beban moral wakil rakyat kian ringan. Hanya fokus pada kebijakan partai. Gerakan rakyat sadar masa depan, melalui jalur kebangsaan, tak tergantung periode. Rakyat adalah potensi bangsa. Modal utama keberlangsungan negara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar