profil santai gekotik
Ramuan
ajaib, formula tajir révolusi méntal kian memacu adrenalin dan hormon stresor
anak bangsa tulen. Fantasi politik kian bebas tanpa tanding. Tanpa rambu dan kode etik. Bak sebutir
kacang direbus. Bergejolak pontal-pantul. Padahal, sesuai filosofis, bak katak rebus. Buta
dengan kondisi di luar kandangnya. Maka dari itu disebut jago kandang.
Pihak
lain, betapa internet maupun TIK (teknologi informasi dan komunikasi) merubah
secara drastis, dramatis, radikal budaya calistung (baca, tulis, hitung)
bangsa. Menjaga perasaan malu agar tak tertinggal di landasan. Kalah laju
dengan bangsa lain. Tanpa basa-basi langsung ramah dengan gaya hidup pengguna
aktif internet. Khususnya liwat jasa telpon genggam.
Bangga
dengan dunia dalam genggaman. Kamar sebelah tampak nyata, tembus pandang dan
tinggal simak kelakuannya. Kuman di belahan dunia lahan, benderang. Sampai lupa
jati diri. Tak ingat akan wujud diri. Sangkan
paran dumadi, apa itu mbokdé mukiyo.
Akhirnya,
anak bawah umur dipacu untuk melek huruf sejak dini. Mata sudah terlatih
menyimak aneka bentuk huruf, angka, gambar maupun warna segala warna. Ujung
jari tangan begitu fasih, mahir memainkan fitur tanpa kendala berarti.
Sisi
lain, kelompoik umur yang jelang atau sudah bau tanah, tak mau kalah cerdas. Bukan
bukti atau sekedar ilustrasi. Muncul kawanan peolok-olok politik. Tak perlu pikir panjang
untuk menggandakan fitnah, menebarkan ujaran kebencian sekaligus menaburkan
ujaran kebodohan. Kian IQ tinggi berbanding lurus dengan kian EQ jongkok.
Akhirnya
dan tak akan ada akhirnya. Udara bebas di wilayah angkasa Nusantara terkontaminasi, tercemar olok-olok politik. Jangan
salahkan kalau mereka adalah kawanan pendérék penguasa, loyalis total kopral.
Sigap menistakan diri demi menjaga wibawa juragan di mata global.
Memang,
agaknya korban utama sebagai pengguna aktif medsos, didominiasi anak baru tahu
lingkungan. Pengetahuan diri yang tahunya internet sebagai pengganti kata hati. Deretan
efektivitas masuk jajaran generasi korban TIK utawa gekotik.
Kisi-kisi
kehidupan nyata, generasi medsos korban ujung jari tangan sendiri. Keblusuk dalam
memanfaatkan media sosial. Maunya sok tahu, sok gagah tampil diri liwat aneka
ujaran kebencian, kebohongan, penistaan diri. Sudah diduga hasilnya yaitu tidak
ada manfaat. Bahkan menggerogoti jatah jiwa harian. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar