Halaman

Selasa, 22 Januari 2019

profil santai gekotik


profil santai gekotik

Ramuan ajaib, formula tajir révolusi méntal kian memacu adrenalin dan hormon stresor anak bangsa tulen. Fantasi politik kian bebas tanpa tanding. Tanpa rambu dan kode etik. Bak sebutir kacang direbus. Bergejolak pontal-pantul. Padahal, sesuai filosofis, bak katak rebus. Buta dengan kondisi di luar kandangnya. Maka dari itu disebut jago kandang.

Pihak lain, betapa internet maupun TIK (teknologi informasi dan komunikasi) merubah secara drastis, dramatis, radikal budaya calistung (baca, tulis, hitung) bangsa. Menjaga perasaan malu agar tak tertinggal di landasan. Kalah laju dengan bangsa lain. Tanpa basa-basi langsung ramah dengan gaya hidup pengguna aktif internet. Khususnya liwat jasa telpon genggam.

Bangga dengan dunia dalam genggaman. Kamar sebelah tampak nyata, tembus pandang dan tinggal simak kelakuannya. Kuman di belahan dunia lahan, benderang. Sampai lupa jati diri. Tak ingat akan wujud diri. Sangkan paran dumadi, apa itu mbokdé mukiyo.

Akhirnya, anak bawah umur dipacu untuk melek huruf sejak dini. Mata sudah terlatih menyimak aneka bentuk huruf, angka, gambar maupun warna segala warna. Ujung jari tangan begitu fasih, mahir memainkan fitur tanpa kendala berarti.

Sisi lain, kelompoik umur yang jelang atau sudah bau tanah, tak mau kalah cerdas. Bukan bukti atau sekedar ilustrasi. Muncul kawanan  peolok-olok politik. Tak perlu pikir panjang untuk menggandakan fitnah, menebarkan ujaran kebencian sekaligus menaburkan ujaran kebodohan. Kian IQ tinggi berbanding lurus dengan kian EQ jongkok.

Akhirnya dan tak akan ada akhirnya. Udara bebas di wilayah angkasa Nusantara  terkontaminasi, tercemar olok-olok politik. Jangan salahkan kalau mereka adalah kawanan pendérék penguasa, loyalis total kopral. Sigap menistakan diri demi menjaga wibawa juragan di mata global. 

Memang, agaknya korban utama sebagai pengguna aktif medsos, didominiasi anak baru tahu lingkungan. Pengetahuan diri yang tahunya internet  sebagai pengganti kata hati. Deretan efektivitas masuk jajaran generasi korban TIK utawa gekotik.

Kisi-kisi kehidupan nyata, generasi medsos korban ujung jari tangan sendiri. Keblusuk dalam memanfaatkan media sosial. Maunya sok tahu, sok gagah tampil diri liwat aneka ujaran kebencian, kebohongan, penistaan diri. Sudah diduga hasilnya yaitu tidak ada manfaat. Bahkan menggerogoti jatah jiwa harian. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar