rukun agawé santosa mbokdé mukiyo, dudu dukun gawé kuwasa
Sisi ketahanan sosial (social security) bangsa Nusantara dengan sisi lainnya yaitu kerentanan sosial (social vulnerability), memang bak mata uang
logam. Sekeping nominal seribu rupiah,
tergeletak di jalan, aman-aman saja. Paling-paling terlindas motor yang bebas.
Bagaimana memahami dua sisi berlawanan atau kontradiksi ini? Sederhana saja,
kembali.
Namun jika memakai kata ‘sosial’, tak akan habis dikupas sampai ampas. Pihak
pemerintah liwat kementerian sosial tak akan kehabisan program/kegiatan.
Masyarakat desa sudah lama mempunyai pranata sosial, modal sosial, norma
sosial. Aneka bentuk ikatan sosial,
solidaritas sosial, hubungan sosial maupun praktik guyub, rukun, gotong
royong sebagai pilar utama kemasyarakatan serta kehidupan dan penghidupan
masyarakat desa.
Singkat kata, saya cuplikan dari bahan “UU desa sebagaim jalan keselamatan
hidup rakyat di perdesaan”: Setiap warga desa mempunyai ranah kegiatan sosial
dan politik. Berdasarkan kategori ini ada empat tipe warga seperti terlihat
dalam bagan 1. Tipe pertama adalah konstituen, yang hanya melakukan kegiatan
memilih secara politik tetapi tetapi tidak aktif dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan. Tipe kedua adalah relawan, yang hanya memilih dan aktif dalam
kegiatan sosial. Tipe ketiga adalah warga kritis, yang selalu kritis bersuara
terhadap kebijakan pemerintah, tetapi tidak aktif dalam kegiatan sosial. Tipe
ini biasanya disebut “asal bunyi” yang tidak disuakai oleh masyarakat dan
pemuka desa. Tipe keempat adalah warga aktif, yakni aktif dalam bersuara dan
aktif dalam kegiatan sosial. UU Desa menghendaki tumbuhnya warga aktif dalam
ranah desa ini.
Terima kasih atas daya simak pembaca. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar