gagap bumi, usaha hidup vs saham mati
Bukan rancu. Laju zaman yang tak diimbangi ilmu agama.
Semboyan ‘berani mati’ lapuk oleh proses sejarah. “Lebih baik berkalang tanah
ketimbang berputih mata”, peribahasa sarat petuah. Bukan pilihan, antara susah hidup atau takut mati.
Karena melanggar larangan Allah swt, manusia pertama
dengan derajat nabi dan sang isteri, dibuang ke bumi. Iblis bersorak girang
bukan kepalang. Akhirnya, antara manusia dan jin berkoalisi sekaligus berseteru
mengabdi kepada-Nya.
Nyata suratan maupun siratan bahwasanya sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
Rasa malu diri sudah bukan menjadi faktor pertimbangan
dalam melakoni kehidupan. Ingat petuah “yèn isin malah ora isi”.
Persaingan hidup di dunia, secara sadar manusia memakai
nilai sombong. Kain sombong kian diperhitungkan eksistensinya. Bahasa tubuh tak
bisa membohong diri sendiri bahwa dia sadar sombong. Diperkuat dengan bahasa
tutur yang pura-pura cerdas.
Ada semboyan malu-malu mau. Mulanya malu-malu,
lama-kelamaan menjadi malu-maluin. Tak tahu malu, belum berakhir di sini saja.
Bahkan berbuat yang memalukan, namun konstitusional, malah sebagai pasal
kebanggaan.
Tindak pidana korupsi berjamaah sampai mengembangbiakkan
dosa politik jariyah. Babak alhir periode 2014-2019 banyak pihak siap bela
juragan. Asal jangan sampai kantong melompong. Ramuan ajaib revolusi mental
menghadirkan rasa sombong di atas standar UNICEF. Merasa jam terbang taka da yang
menyamai. Sigap libas anak bangsa yang tak sealiran, sehaluan. [HaéN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar