suksesi Asian Games XVIII, bahasa politik vs bahasa ekonomi
Republik
Indonesia sebagai tuan rumah laga olahraga tingkat Asia, yaitu Asian Games
XVIII yang resmi dimulai 18.08.2018. Tentu ada rasa was-was. Negara peserta tak
mau repot dengan lokasi jumpa pers dan warga negara, ajang latih dan laga
tanding di beberapa kota, sesuai cabor dan jadwal.
Harapan
pemerintah mulai dari yang terukur maupun efek domino yang tetap bergulir. Harapan
utama dari yang jelas terang benderang sampai yang remang-remang. Tak kalah
serunya adalah peta politik baru berdasarkan asumsi politis dan spekulasi tahun
politk 2018 dan 2019.
Kota yang
menjadi lokasi latih dan laga cabor, sudah mempunyai skenario berlapis dan
menerus. Selain mempercantik tampilan fisik kota, juga menyiapkan keramahan
warga tuan rumah.
Pihak yang
paling tinggi aktivitas sport jantung adalah atlet. Target menjadi beban. Bonus
menjadi daya rangsang. Nama depan sebagai atlet dipertaruhkan total. Karena bisa-bisa bisa masuk kotak.
Soal untuk
apa fasilitas olah raga pasca AG XVIII, tetap untuk menjadi ajang saring bibit
dan kader atlet. Atau sebagai tuan rumah laga cabor, minimal tingkat ASEAN. Bisa
dikomersialkan sebagai obyek tujuan wisata.
Obyek studi banding, sasaran kunjungan kerja wakil rakyat dari daerah
atau bahan kajian akademis untuk cekal radikalisme.
Terbukti
bahwa olah raga semakin menyatukan suara rakyat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar