suksesi Asian Games XVIII 2018, kecolongan vs kebakaran jenggot
Presiden
ketujuh RI merasa upaya promosi Asian
Games XVIII 2018 yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkesan dingin.
Hanya lembaga TNI dan Polri yang terlihat marak melakukan publikasi kepada
masyarakat dengan menggelar spanduk di markas masing-masing.
Di
pihka lain, oknum kepala Badan Ekonomi Kreatif (bekraf) Triawan Munaf dengan
tegas menyebut anggaran menjadi alah satu penghambat masalah promosi.
(alenia pertama dan kedua, diolah dari Republika, Rabu 6 Juni 2018).
Ujar
sejarah, yang namanya promosi, publikasi, pariwara atau iklan, bahkan kampanye,
bukan barang baru buat wong ndeso sekalipun. Media masa dengan cerdas menjejali
nalar politik anak bangsa pribumi dengan tayangan iklan.
Rakyat
tanpa cek dan recek, sudah langsung paham. Mana janji manis. Mana mulut manis.
Pas pemerintah ngomong bener, tetap masuk telinga kanan langsung keluar lagi
dari telinga kanan.
Apalagi
si juru bicara, memang dari sono-nya sudah jelas juntrung-nya.
Agaknya,
apapun bentuk promosi dan publikasi, hanya menjadi pengisi waktu siaran. Malah
mengganggu acara utama. Atau kata sementara pembaca, dadi ngebak-ngebaki koran.
Karena
pemerintah acap hadir di acara, atraksi, adegan yang seolah merangkul rakyat
secara seremonial, diekspose sebagai
kinerja melebihi panggilan tugas. Ujung-ujungnya menjadi hambar, cemplang.
Diperparah dengan ujaran kebencian, ujaran kebohongan atau modus pembodohan
rakyat secara konstitusional oleh pihak yang mengendalikan media massa.
Dukungan
doa rakyat agar Asian Games XVIII 2018 mendapat ridho-Nya. Nama besar bangsa
dan negara dipertaruhkan. Periode 2014-2019 menjadi jaminan mutu. Efek domino
sukses Asian Games XVIII 2018 adalah mendongkrak pamor penguasa. Mendèrèk
èlèktabilitas dan popularitas penguasa. Memperbarui, mempertebal mentalitas
penguasa agar merasa mampu lanjut. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar