Halaman

Jumat, 29 Juni 2018

sékulérisasi politik, membenturkan Pancasila dengan kebebasan kampus


sékulérisasi politik, membenturkan Pancasila dengan kebebasan kampus

Politik memang serba ironis. Kehidupan masyarakat adem ayem, malah membuat penguasa gerah luar dalam. Jika ada gesekan horizontal antar kelompok masyarakat, menjadikanajang uji nyali dan ujian jabatan aparat penegak hukum.

Tata kehidupan yang mapan, malah dicurigai. Jangan-jangan ada gerakan senyap anti-kemapanan versi Orde Baru. Orang berkumpul sarungan karena dingin, layak diwaspadai. Arisan ibu-ibu berkerudung, berjilbab lintas RW, disinyalir akan membuka rahasia dapur tetangga.

Agaknya hukum harus selalu diasah, agar tidak mandul, tumpul. Hukum harus selalu dipakai agar tak cepat berkarat. Obyek hukum tinggal pilah dan pilih. Hukum bicara bukan karena pasal dilanggar tetapi siapa yang berperkara.

Modus, rekayasa pemerintah mendata nomor ponsel dan akun media sosial mahasiswa sebagai wujud proaktif, mitigasi, preventif. Jangan-jangan mata kuliah Pancasila bisa dianggap malah melecehkan.

Mengandalkan pasal tumpas sedini mungkin sebelum tunas. Abaikan asas praduga tak bersalah. Utamakan tindak gebuk duluan, rembuk belakangan. Di sisi lain, gerakan aksi bersenjata yang jauh dari Pusat, karena menyangkut HAM maka hanya dianggap kelompok kriminal.

Hobi pemerintah 2014-2019 adalah masalah kecil dibesar-besarkan, masalah besar dipetieskan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar