Halaman

Kamis, 21 Juni 2018

prihatiné wong Jawa ngluwihi sholat, tirakaté wong Jawa ngungkuli sholat


prihatiné wong Jawa ngluwihi sholat, tirakaté wong Jawa ngungkuli sholat

Niat dan cita-cita tetangga mengadakan syukuran, tidak sesederhana acaranya. Tetangga berdatangan. Tuan rumah yang juga sesepuh warga, mempunyai hajat. Kalau tidak kurang ingat, sudah puluhan tahun pensiun, masih bugar. Isteri dan anak cucunya masih setia, betah menemaninya.

Rumah beliau di pojok dekat lapangan. Bebas menjadi tujuan kunjungan tak sengaja. Apalagi kalau beliau sedang duduk santai di kursi teras. Menyapa pejalan kaki. Sibuknya termasuk melayani pembeli di warung isterinya. Teman bincang hariannya tukang ojek.

Koq jadi seperti melantur. Kembali ke sesuai judul.

Acara syukuran diadakan bakda ashar, hari libur. Mengingat kebanyakan tetangga sudah pensiun. Kuatir kalau bakda isya’, penggemar sedikit. Jam istirahat manula, lansia atau sebutan lain saat itu.

Ustadz hanya beberkan maksud dan tujuan utama syukuran. Usai acara, karena maghrib masih lama. Beberapa undangan ngobrol santai, habiskan hidangan yang melimpah. Maklum, tuan rumah pensiunan pejabat Pertamina.

Mengingat saya masuk jajaran tua tapi belum usia lanjut, duduk manis Menjadi pendengar bijak. Hanya urun senyum. Ada beberapa kelompok.

Tuan rumah tak mau kalah. Asyik bincang dengan ustadz. Karena dekat dengan kelompok saya. Bukannya menguping. Suara tuan rumah yang masih terasa suara pejabat. Bertutur santai tapi berisi.

Cerita tentang ayahnya, jelas jauh lebih tua. Tuan rumah bersyukur dengan statusnya. Tetapi tidak bisa bersyukur melihat status ayahnya. Keluguan ayahnya, karena lebih terpaku dengan budaya, adat, tradisi kejawèn.

Artinya, syariat islam dijalankannya sesuai caranya sendiri. Didominasi kejawènannya. Bukan berarti masih menggugu animisme dan dinamisme. Atau masih lekat dengan atribut penanda jati diri wong Jawa seutuhnya.

Ayahnya kalau diajak sholat, konsisten dengan jawaban sekaligus alasannya. Sesuai judul. Sang ustadz memberi masukan, bagaimana tindak bijak dan santun sebagai anak. Soal hidayah, itu urusan dan hak Allah swt.

Rasanya, di éra mégatéga ini, pasal kejawèn masih beredar resmi. Terlebih dan apalagi sosok. Kita jaga diri tetap di jalur dan lajur akidah. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar