reformasi dan cikal bakal rézim (partai) politik
Asumsi sederhana rakyat,
yang namanya politik adalah asal sudah ada partai politik dan hidup. Punya bendera.
Punya ‘kantor’ seklas balai warga atau di deretan ruko. Berbaur dengan aneka
jasa.
Meningkat selapis,
rakyat melihat manusia politik muncul di layar kaca. Tentunya bukan pada acara
yang ditunggu-tunggu. Bukan bak goto-goro dalam pentas wayang kulit. Kendati rakyat
dalam hati sudah maklum. Bahwa manusia politik adalah biangnya goro-goro,
gonjang-ganjing, bencana politik yang berjilid. Belum tuntas satu periode sudah
mau main di klas yang lebih tinggi.
Selain baju hijau yang
sudah melekat di mata rakyat. Bertebaran sosok anak bangsa pribmu, bergaya dengan
seragam ala militer. Rakyat duga
Indonesia selalu siaga. Merasa aman dan nyaman di jalan.
Kibaran bendera merah-putih,
kalah seru dengan lambaian bendera aneka warna dan lambang partai politik.
Nasionalisme, heroisme,
pancasilais manusia politik mengalahkan perjuangan para pahlawan pejuang
bangsa.
Pemerintah 2014-2019
mengakui sambil tersenyum bangga, betapa kekayaan segelintir manusia dan atau
orang super-kaya di Indonesia, bisa mengalahkan kekayaan segelontor rakyat.
Bisa terjadi, bunga per
bulan kekayaan yang mengendap di bank dunia (maksudnya di bank mancanegara yang
aman dan terpercaya), bisa untuk hidup sederhana versi mereka. Bahkan bisa
sekecil gaji presiden RI.
Penyelenggara menjadi
penentu nasib dan perjalanan hidup bangsa terutama rakyat Indonesia selama satu
periode.
Asumsi sederhana
reformasi dengan melihat Orde Lama dan Orde Baru sebagai rézim dengan seabrek kebobrokan moral politik. Padahal manusia
politik dengan busana kebesaran parpol peninggalan zaman penjajah maupun parpol
dadakan, sami mawon, untuk meraih, kejar urusan dan nikmat dunia.
Rézim berkonotosi negatif
menjurus ke strata super-negatif. Kadar dan daya negatf jika ada rézim (partai)
politik yang dengan asas mégatéga, ingin bercokol terus tanpa memperhatikan suasana kebatinan rakyat. Secara
konstitusional masuk ranah zalim yang bebas dakwaan. Segala tindakan
kebijakannya tidak bisa dipidana. Menjadi hukum tak tertulis. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar