Halaman

Sabtu, 09 Juni 2018

suksesi Asian Games XVIII 2018, hutan larangan vs negara anjuran


suksesi Asian Games XVIII 2018, hutan larangan vs negara anjuran

Ujar ki dalang Sobopawon dengan suara dalam hati: hutan larangan adanya di dunia pewayangan. Berlaku pasal tak tertulis, “jalmo moro, jalmo modar”. Saking wingité. Terkadang sinar matahari tak sampai tanah. Jin saja tak mau buang anak di kawasan belantara nyaris tak bertepi.

Pilot pesawat komersial tak berani melintas di atas hutan dimaksud. Kalau terpaksa harus ucap salam permisi. Sambil buang sesuatu. Caranya? Gatotkaca tak berani melintas apalagi blusukan di alas roban. Dari angkasa tampak ranum dan tak bertuan.

Kalau ada cikal bakal teroris latihan di kawasan hutang angker tersebut, kirim pasukan bawah tanah. Bisa minta jasa Ontorejo atau nama wayang lainnya, yang mampu menembus bumi, dapat berjalan di dalam tanah. Namanya wayang, nyaris semua daerah di Nusantara mengakuinya dengan versinya.

Kesempatan lain, ketika ditanya penggemar fanatik, apa ada negara bebas visa kunjungan, ki dalang Sobopawon malah menampakan ekspresi wajah keheran-heranan. Duganya, ada negara – masih di pewayangan – yang begitu atraktif, berdaya tarik mulia, menjadi obyek incaran pihak berkepentingan, pasar potensial produk dan budaya asing.

Jangan-jangan sebagai negara tempat jin buang anak. Akal bulus politik ki dalang Sobopawon terusik manja. Siapa tebak ada negara yang diluar pengetahuannya. Mendadak merasa kecil, kerdil dan merasa bukan apa-apa. Bukan siapa-siapa. Ilmunya tak mampu menerawang. Apalagi mendekatkan jarak dan memperpendek waktu.

Jangan-jangan ada dalang asing yang lebih piawai, tajir, berklas internasional.

Namanya wayang, tak lepas dari intrik politik lokal. Angan-angan bebas ki dalang Sobopawon mengembara, ada semacam konspirasi untuk mengubah tatanan hutan larangan, agar ekonomi meningkat. Hubungan timbal balik dengan negara yang masuk daftar penerima bebas visa kunjungan. Diurutkan, memang terdapat ratusan negara berinitial “A” sampai “Z” bebas datang tanpa diundang.

Makanya, yang namanya kelompok pekerja, buruh, tukang dan atau kacung asing, bebas melenggang kangkung masuk mendesak lapangan kerja Nusantara. Saking terbukanya RI, mereka mampu membuka kawasan otoritas yang bak hutan larangan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar