pe-jin pasif, bukan pemain bukan penonton
Yakin, pembaca sudah
faham yang dimaksud dengan perokok pasif. Bukan sebagai pelaku, hanya “penonton” karena secara nasib pada tempat
dan waktu yang sama dengan pelaku. Menjadi korban terpapar asap rokok. Mau tak
mau, terpaksa hidungnya menghisap asap rokok yang dikepulkan oleh orang lain.
Demkianlah kehidupan dan
lingkungan. Ada beberapa kejadian perkara, dimana pihak yang lemah, pihak yang
tak tahu apa-apa, pihak yang pasif atau ihkwal lainnya, bisa terkena pasal
pelaku. Masuki kategori saksi atau layak dianggap tahu tapi seolah tak tahu.
Ironis binti miris, ada
posisi bukan sebagai perokok pasif dan juga bukan sebagai pemain pasif, namun
menjadi korban berkelanjutan. Kejadian perkara memang tidak menerus. Namun akan
muncul pada kondisi yang tidak diharapkan. Tepatnya jika ada suatu kejadian
perkara, selalu dikaitkan dengan sesuatu yang itu-itu saja.
Memang susah menjabarkan
kasus yang dimaksud.
“Usir jin pakai jin”,
ujar atau gerutu teman. Suatu ketika saat sang teman tadi sakit agak lama. Dampak
pekerjaan kantor yang memang tak pernah selesai. Efek jabatan. Walau sakit
tetapi tetap masuk kerja.
Kebetulan ada waktu
luang, ybs mudik, tengok orangtuanya. Singkat cerita dan berita, ybs ditebak
tetangga orangtuanya. Sakitnya bukan karena penyakit. Maka didatangkanlah
seorang orang yang berilmu, punya ilmu. Hasil penerawangan “orang pandai”,
bahwa sang teman sedang kemasukan jin.
Ikhwal ini atau tadi,
jelas bertentangan dengan syariat. Memang, setan masuk tubuh manusia liwat
aliran darah. Mengapa ganguan jin lebih terasa dibanding godaan setan yang
terkutuk. Khususnya gdaan iblis sejak manusia pertama diciptakan oleh Allah
swt.
Ihkwal jin sudah
dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Cuplikannya antara lain bahwa Allah swt telah
menciptakan jin, sebelum penciptaan manusia pertama, dari api yang sangat panas.
Iblis dari golongan jin.
Maka terjadilah
pengusiran jin dari tubuh sang teman tadi. Anehnya, doa yang dibaca si “orang
pandai” tadi adalah mantra, rapal. Tak heran jika celetuk di atas: “Usir jin
pakai jin”.
Mungkin, pembaca
mempunyai pengalaman semacam. Atau lebih seram. Karena dilibatkan ikut mengusir
jin dari tubuh sendiri.
Dari sisi lain, pihak lain,
rasanya muncul si “orang pandai” dengan berbagai versi atau versinya. Merasa ahli
usir jin. Tanpa ditanya, atau jika ditanya soal apa saja, maka larinya ke
masalah seputar jin.
Orang diam, dikatakan sedang
suntuk karena si jin sedang ngambek. Minta makan.
Yang merasa jadi macam si
“orang pandai” tidak hanya satu. Muncul karena atau efek mendewakan ilmunya. Khusunya
ilmu yang berhubungan angsung dengan manusia. tidak juga.
Ketika orang merasa bahwa
orang yang mulia adalah orang yang berilmu. Mengbaiakan faktor religi,
khususnya hakikat taqwq. Kalau pasal ini dipakai, maka mahkluk halus yang
bernama: iblis, setan, jin menjadi makhluk mulia. Ilmunya tinggi, jauh di atas
kadar otak, nalar akal, logika pikir manusia.
Jangan heran, jika
tiba-tiba ada orang lain yang begitu peduli pada diri kita. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar