Halaman

Senin, 11 Juni 2018

pe-jin pasif, bukan pemain bukan penonton


pe-jin pasif, bukan pemain bukan penonton

Yakin, pembaca sudah faham yang dimaksud dengan perokok pasif. Bukan sebagai pelaku, hanya “penonton” karena secara nasib pada tempat dan waktu yang sama dengan pelaku. Menjadi korban terpapar asap rokok. Mau tak mau, terpaksa hidungnya menghisap asap rokok yang dikepulkan oleh orang lain.

Demkianlah kehidupan dan lingkungan. Ada beberapa kejadian perkara, dimana pihak yang lemah, pihak yang tak tahu apa-apa, pihak yang pasif atau ihkwal lainnya, bisa terkena pasal pelaku. Masuki kategori saksi atau layak dianggap tahu tapi seolah tak tahu.

Ironis binti miris, ada posisi bukan sebagai perokok pasif dan juga bukan sebagai pemain pasif, namun menjadi korban berkelanjutan. Kejadian perkara memang tidak menerus. Namun akan muncul pada kondisi yang tidak diharapkan. Tepatnya jika ada suatu kejadian perkara, selalu dikaitkan dengan sesuatu yang itu-itu saja.

Memang susah menjabarkan kasus yang dimaksud.

“Usir jin pakai jin”, ujar atau gerutu teman. Suatu ketika saat sang teman tadi sakit agak lama. Dampak pekerjaan kantor yang memang tak pernah selesai. Efek jabatan. Walau sakit tetapi tetap masuk kerja.

Kebetulan ada waktu luang, ybs mudik, tengok orangtuanya. Singkat cerita dan berita, ybs ditebak tetangga orangtuanya. Sakitnya bukan karena penyakit. Maka didatangkanlah seorang orang yang berilmu, punya ilmu. Hasil penerawangan “orang pandai”, bahwa sang teman sedang kemasukan jin.

Ikhwal ini atau tadi, jelas bertentangan dengan syariat. Memang, setan masuk tubuh manusia liwat aliran darah. Mengapa ganguan jin lebih terasa dibanding godaan setan yang terkutuk. Khususnya gdaan iblis sejak manusia pertama diciptakan oleh Allah swt.

Ihkwal jin sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Cuplikannya antara lain bahwa Allah swt telah menciptakan jin, sebelum penciptaan manusia pertama, dari api yang sangat panas. Iblis dari golongan jin.

Maka terjadilah pengusiran jin dari tubuh sang teman tadi. Anehnya, doa yang dibaca si “orang pandai” tadi adalah mantra, rapal. Tak heran jika celetuk di atas: “Usir jin pakai jin”.
Mungkin, pembaca mempunyai pengalaman semacam. Atau lebih seram. Karena dilibatkan ikut mengusir jin dari tubuh sendiri.

Dari sisi lain, pihak lain, rasanya muncul si “orang pandai” dengan berbagai versi atau versinya. Merasa ahli usir jin. Tanpa ditanya, atau jika ditanya soal apa saja, maka larinya ke masalah seputar jin.

Orang diam, dikatakan sedang suntuk karena si jin sedang ngambek. Minta makan.

Yang merasa jadi macam si “orang pandai” tidak hanya satu. Muncul karena atau efek mendewakan ilmunya. Khusunya ilmu yang berhubungan angsung dengan manusia. tidak juga.

Ketika orang merasa bahwa orang yang mulia adalah orang yang berilmu. Mengbaiakan faktor religi, khususnya hakikat taqwq. Kalau pasal ini dipakai, maka mahkluk halus yang bernama: iblis, setan, jin menjadi makhluk mulia. Ilmunya tinggi, jauh di atas kadar otak, nalar akal, logika pikir manusia.

Jangan heran, jika tiba-tiba ada orang lain yang begitu peduli pada diri kita. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar