suksesi Asian Games XVIII, kemenangan semu vs final kepagian
Nyaris
semua pelaga, petarung, petanding, pemain di Asian Games XVIII yang resmi
dimulai 18.08.2018 bermain sukses. Pasal sportivitas tergantung arahan dan
kebijakan negara tamu. Ada yang wajib menang dengan cara terhormat sampai utamakan
format rawat asas toleransi. Jaga harga diri dan wibawa tuan rumah. Junjung tinggi
budaya ramah tamah, sifat tangan terbuka warga tuan rumah.
Pasti,
dalil kuno: Veni, Vidi, Vici utawa
"Saya
datang, saya melihat, saya telah menaklukkan" tak begitu saja bisa ditanggalkan,
ditinggalkan. Sebagai individu, insan merdeka dan bebas intervensi politik,
maka setiap atlet punya perjalanan karir.
Tata niaga
pengkaderan, pembibitan, pembinaan atlet, dimungkinkan duta olahraga asing
masih muda usia dan muda pengalaman. Mereka siap uji coba, uji tanding dengan
berpartisipasi aktif di laga tandang. Apalagi berbagai cabor andalan mereka,
dipertandingkan.
Beban ganda
RI sebagai tuan rumah, bisa membengkak begitu argo AG XVIII 2018 resmi bergulir.
Sebagai pelayan dan sekaligus ikut bertanding. Tanding tidak sekedar tanding. Soal
kalah menang, bisa diatur atau dikompromikan. Negara paling bersahabat sudah
maklum dengan udang di balik panggung politik Nusantara.
Tak selamanya
olahraga itu harus didahulukan atau dianakemaskan. Ingat akan kepentingan
bangsa dan negara yang lebih luas dan berjangkau jangka panjang. Dalil ini untuk siapa kawan.
Rakyat hanya
bisa bantu doa. Berharap pesta olahraga se-Asia berjalan lancar, aman dan
bermanfaat. Soal siapa yang terpilih sebagai juara umum, itu soal kebijakan
wasit pertandingan. Bukan karena raihan medali terbanyak. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar