Jauh Jelang Waktu Subuh Sibuk Berteduh
Faktor “U”: umur, usia
menjadikan manusia ahli masjid. Mentang-mentang karena sudah BéTé (bau tanah) mendadak ingat akan cadangan
waktu yang tersisa serta menipisnya tabungan umur, usia.
Faktor “U” yang lain, yaitu uzur (tapi belum usang) tak menjadikan hambatan
untuk melangkahkan kaki ke masjid. Pasutri manula jalan santai karena langkah
gontai, tak mau kalah dengan generasi pewaris masa depan bangsa.
Total kopral, pengurus masjid bersyukur. Terdapat jamaah 5 (lima) waktu. Tidak
hanya langganan di shaf pertama dan atau kedua. Memilih tempat yang
tersembunyi, sunyi. Agar tak dikenal dan dihafal. Ada yang usai salam, langsung
“menghilang”. Atau menepi, minggir, berdoa sendiri.
Tiap hari bisa diambil kesimpulan. Sumber inspirasi melihat betapa niat,
awal baik serta pendawaman atas ibadah. Bakda subuh, isya’ dilengkapi dengan acara
baris saling berjabat tangan, salam-bersalaman, mulut ucap shalawat.
Potensi jamaah subuh di tausyiah, majelis ilmu sabtu dan ahad. Sedekahnya memang
hanya >30% tromol jum’at. Sayang, tausyiah bakda magrhib hingga isya’, tiap
rabu. Belum ada kotak amal beredar. Karena sedekah sabtu dan atau ahad,
termasuk konsumsi. Mejelis teras efektif membuka peluang ukhuwah. Bisa kontak
langsung dengan ustadz.
Terus terang vs terang terus. Saya termasuk
jamaah sewaktu-waktu. Saya ikhtiarkan jamaah subuh dan jamaah isya’. Kalau sholat
jum’at bisa mengembara ke masjid lain. Menambah wawasan dan khazanah ilmu
agama. Melihat umat isalm lain tempat. Beda masjid beda imam.
Yang membuat hati ini iri tetapi tidak dengki. Sesuai fatwa bijak bahwa
kalau untuk urusan akhirat, lihat ke atas. Lihat tanpa batas usia, gelar
akademis, para hamba Allah yang ahli masjid.
Modal jalan kaki sekitar 6 (enam) menit, sampai ke masjid. Pulang liwat
jalan berbeda. Tak jarang disalip jamaah dan menawarkan boncengan. Yang sudah
tahu hobi saya sebagai pejalan kaki cepat, hanya ucap salam.
Nyaris jika tiap ke masjid. Sudah terpateri dalil datang ke masjid jauh
sebelum azan. Ambil posisi di shat pertama, terdepan. Efek dominonya, bisa dikenal
atau dihafal jamaah yang berada di belakangku.
Nyaris setiap datang subuh ke masjid. Banyak jamaah yang sudah parkir di
shaf terdepan. Melantukan ayat-ayat Al-Qur’an atau buka gadget. Tafakaur. Bermuhasabah.
Mawas diri dan evaluasi diri sejak dini. Membawa tumpukan dosa. Berdoa khusyuk.
Nyaris, jamaah subuh yang sudah duduk tenang, didominasi golongan
kesepuhan. Bahkan ada yang tanggal lahirnya puluhan tahun di atas saya. Suasana
seperti ini memang menambah makna dan spirit ibadah.
Tampilan bapak-bapak, beda dengan saya yang model orang bangun tidur. Memang
mereka terlatih bangun di sepertiga akhir malam. Lanjut ke masjid. Itulah kehidupan
nyata. Itulah cara mereka menyikapi nyatanya kehidupan di dunia yang hanya mampir ngombé.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar