Halaman

Jumat, 08 Juni 2018

Dampak Pembiaran Negara

Dampak Pembiaran Negara

Pola kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara secara ilegal maupun banyaknya orang mendirikan bangunan (khususnya rumah liar, kumuh, tidak layak huni) di tanah ilegal, tanah telantar, bantaran sungai, rel kereta api, dan kolong jembatan layang menjadi menu resmi di depan mata penyelenggara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Penjaringan dan penyaringan pendatang baru seolah hanya dilakukan resmi setahun sekali, pascapemudik Lebaran balik ke Jakarta. Padahal, pintu masuk ke Jakarta bisa dari segala arah. Bahkan, pendatang ilegal dari mancanegara bebas melenggang masuk. Di pihak lain, rumah bisa dibeli/dimiliki oleh WNA. Bahkan, pulau kecil bisa disewa beli oleh investor asing.
Jakarta sebagai minatur nusantara, buka 24 jam, berbagai suku, agama, ras dan antargolongan kumpul bareng mencari nafkah, adu nasib, adu nyali, berjibaku. Penduduk siang hari bisa berlipat dibanding penduduk malam hari. Mental pendatang merasa bak raja, apalagi dengan modal minimal ingin hasil optimal. Tak salah jika "dikei ati ngrogoh rempelo" menjadi pedoman hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar