Halaman

Sabtu, 30 Juni 2018

seni melipat kertas vs budaya memanipulasi fakta


seni melipat kertas vs budaya memanipulasi fakta

Berfungsinya seni melipat kertas nasi, jelas terjadi di rumah makan atau tempat jual pangan matang. Identik dengan meliopat daun untuk pincuk atau wadah santapan. Di Indonesia sebagai hal umum, biasa, wajar, lumrah dan turun-temurun antar generasi. Kertas bekas koran punya andil, urun jasa sebagai bungkus, berkoalisi dengan daun pisang.

Untuk mendekatkan jarak, atau mempersingkat waktu tempuh, perlu seni atau ilmu melipat bumi. Pasal ini serahkan ke ahlinya, ke pihak yang berwajib dan berwenang. Salah langkah malah tak bisa kembali dan kemana-mana. Masuk dimensi lain yang sejajar dengan dimensi alam manusia.

Kehidupan manusia dan alam semesta memang sudah diskenario oleh Allah swt. Sudah menjadi kepastian, kehendak dan ketetapan-Nya. Sampai daun gugur, karena usia atau faktor lainnya.

Manusia pernah bermitos, mengapa buah atau biji pohon beringin kecil, mungil. Sedangkan buah semangka yang merayap, merambat bisa besar. Mampu melebihi ukuran kepala manusia. Manusia bisa terjebak kalau hanya cuma mengandalkan daya nalar, olah otakl, dan kadar logika.

Yang sudah ditetapkan oleh-Nya, tidak dicermati dijadikan pegangan dan pedoman hidup. Yang samar-samar malah dikelola dengan total. Dirumuskan untuk dijadikan pasal kehidupan.

Walhasil, hubungan antar manusia dalam satu teritorial, wilayah administrasi, batas fungsional berdasarkan aturan main buatan manusia. Menterjemahkan nafsu manusia menjadi tindakan legal, halal, konstitusional.

Bisa terjadi tirani mayoritas karena agama yang dominan menghalalkan segala cara. Sebaliknya, praktik nyata tirani minoritas karena manusia ekonomi sebagai pemegang nyata suatu bentuk negara, pemerintahan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar