sertifikasi Pancasilawan, sumbu pèndèk vs pèndèk sumbu
Lema atau kata ‘pèndèk’ secara bahasa Jawa bisa merupakan
lawan kata dari 1. dhuwur dan atau 2. dhowo.
Padanan kata ‘pèndèk’,
tergantung niat dan minat serta cerdas berbahasa pengguna. Misal, bisa: cekak,
cupet, cendèk.
Betul, kata ‘pèndèk’ juga merupakan khazanah bahasa
Indonesia. Singkat kata, pèndèk kata, ringkas ujaran, ternyata menggunakan
bahasa tulisan dan atau bahasa lisan, perlu ilmu. Didukung pengalaman dalam
mengolah kata dan kalimat.
Tak salah ingat, ada metoda glass box. Selain metoda black box.
Karakter manusia dengan
daya pikir, olah nalar, asah logika yang dominan menggunakan metoda glass box, adalah daya responsifnya bersifat
spontan. Tanpa pikir panjang atu tanpa proses otak dan hati.
Maksud penulis, bukan
sekedar apa yang diucapkan sesuai apa “yang dilihat”. Lihat binatang kuda,
langsung ujar: “jaran”. Bibir mau senyum, malah jadi mèsem.
Ada anèkdot santai tapi
menggemaskan sekaligus mengenaskan, yaitu kenapa ada kepala botak atas belakang
serta mengapa ada kepala botak depan/jidat.
Tak ada hubungan diplomatik,
orang yang berpikir keras tentang Pancasila dengan kepala menjadi botak. Pancasila
antara ilmu dan kehidupan.
Ironis binti miris,
pihak yang mampu memproduk ujaran kebencian dan atau menggadakan ujaran
kebohongan, merupakan ciri utama dan pertama sebagai Pancasilais. Aneka ujaran
bisa sampai ke tangan pengguna akhir, penerima manfaat berkat jasa TIK. Siapa yang
menguasa media massa, siap mengelola ankea ujaran dengan berbagai versi.
Jadi, cekak aos,
berterbarannya sosok Pancasilawan, yang tampak di permukaan, sangat fenomenal. Bukan
fatamorgana. Bukan ilusi politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar