suksesi Asian Games XVIII 2018,
standar ganda vs beban ganda
Pasal
hukum apa saja yang belum ada, tapi sudah dilanggar oleh pemerintah atau penguasa.
Semisal, tingkah laku, modus, rekayasa
politis kawanan pembantu presiden yang seolah jalan sendiri-sendiri. Semangkin bingung
jika pasal yang terjadi akibat hubungan pendek eksekutif-legislatif-yudikatif. Benang
merahnya adalah soliditas koalisasi pro-pemerintah banget atau koalisasi
pro-pemerintah saja.
Memang
tidak layak dibeberkan di blogspot ini. Ngregeti mata. Ngerusak pemandangan.
Tuntutan
minat dan niat menulis. Kalau tidak dikeluarkan dalam bentuk tata kalimat, bisa
memancing penyakit dalam. Sebangsa muak.
Siapa punya
fakta, “tangan kanan menolak, tapi tangan kiri menodong”.
‘Menolak”
sebagai jurus basa-basi. Atau patut menduga yang akan diterima tidak
sebegitunya. Formalitas secara simbolis. Semacam serah terima sertifikat, kunci
otomotif. Besarnya bisa diantar sampai
tempat tujuan sesuai alamat.
Kapan menyinggung
fragmen Asian Games XVIII 2018 yang start resmi 18.08.2018. Jangan sampai ‘tiwas
dandan’ tidak diajak. Tapi karena merasa diri serba merasa bisa, tetap mèjèng. Kipas-kipas
umbar senyum bégo.
Kaki kanan
pun tidak sinkron dengan kaki kiri. Kalau kompak, tidak berkoordinasi dengan
badan. Mulut terkèkèh tanda setuju. Setuju dengan hati yang gonjang-ganjing. Menyindir, nyengir,
nyinyir.
Bahasa badan
tidak bisa untuk menipu diri sendiri. Wajar, jumpa yang lebih sepuh, salam dan
tunduk hormat. Aturan protokoler tetap
harus ditaati. Bukan pribadi yang beraksi, tetapi memang demikian aturan
mainnya.
Parahnya,
antara mata dan mulut seperti tidak satu sumber hati yang sama. Tatapan mata
bisa menolak apa yang sedang diujarkannya. Tak salah. Bahasa politik memang tak
ada aturan baku. Asal tahu sama tahu. Sepakat untuk tidak sepakat.
Tukang ganda
berita sudah maklum bagaimana menyajikan kemasan berita beraroma menu politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar