Efektivitas
Pasca Ramadhan, Diam Diri Cara Bijak Untuk Berbuat Banyak
Merasakan kebaikan orang lain, baru bisa dirasakan
setelah kita tidak didekatnya. Atau ybs pergi meninggalkan kita. Kemanfaatan
Ramadhan dirasakan setelah kita meliwatinya. Puasa 6 (enam) hari di bulan
Syawal sebagai masa transisi untuk siap laga 11 (sebelas) bulan, sampai
Ramadhan yad.
Budaya, adat, tradisi
mudik semakin mewujudkan silaturahmi. Ingat lingkungan tempat kelahiran.
Kembali ke jati diri sebagai makhluk sosial. Mempererat ukhuwah dan solidaritas
sebagai anak bangsa yang merdeka.
Nglumpuké balung pisah, papatah Jawa yang berlaku nasional. Lebur tanpa ada batas kasta, strata sosial
maupun status ekonomi. Saudara tetap saudara. Disinyalir, lebaran dorong
perbaikan ekonomi.
Wajar, masuk 1 Syawal,
maka argo syahwat dunia kembali normal. Mata menjadi terang-benderang
menerawang raihan dunia apa saja yang belum terwujud. Selama Ramadhan
ditinggalkan. Menembus periode. Pola ini dimiliki oleh manusia yang memandang
Ramadhan sebagai gerakan waktu linier. Tidak salah. Memang waktu demi waktu
akan berlalu.
MENU RELIGI
Menganggap Ramadhan
sebagai rutinitas tahunan. Pribadi yang masih sibuk dengan urusan dunia.
Lengkap sudahlah pola memanfaatkan Ramadhan dari tahun ke tahun. Nyaris tipikal,
berulang dan formalitas. Bisa menjadi beban.
Bukannya kurang atau
tanpa ilmu. Lingkungan keluarga dan tempat tinggal yang menjadikan diri kita
bertindak. Langkah moderat atau ikut arus kuat. Versi awal Ramadhan bukannya
tak berdampak.
Agenda Ramadhan
mengikuti antusias dan animo jama’ah. Daftar sholat tarawih dipampang di
banner. Lengkap dengan penceramah, agar berdaya tarik. 11 rokaat menjadi daya
tarik tersendiri.
Kegiatan untuk semua
usia anak didik sudah disiapkan. Buka bersama, undang anak yatim, serta acara
lainnya yang digabungkan. Generasi muda berani ikut berpartisipasi aktif dan
kontribusi nyata.
Penulis bersyukur,
iktikaf 10 malam terakhir, banyak yang
hadir. Suasana masjid mendukung untuk tafakur. Meraih bonus 1000 bulan. Kawasan
perumahan dengan 2 RW, 2 kelurahan yang sudah menghadirkan generasi cucu. Gairah
generasi pertama untuk menambah tabungan akhirat. Mereka menjadi jama’ah sholat
5 (lima) waktu. Soal bangun sahur, tampaknya tidak menjadi masalah.
Sebagian jama’ah tetap
maghrib, datang. Tak peduli dengan orang sedang santap hidangan bukber. Iqomah
ditambah beberapa menit. Kesempatan yang sedang bukber untuk menambah jatah
hidangan.
BELANJA PANGAN
Muatan religi nyaris
terpinggirkan oleh syarat kuat tahan lapar dan haus. Asupan gizi dan kalori
diutamakan. Menggeser jam makan. Ekstra menu, mau tak mau, menjadi wajib saji. Utamakan
daya tahan puasa dari makan dan minum, khususnya di jam kerja.
Jam kerja dapur lebih
sibuk. Demi urusan perut, manfaatkan belanja online. Menu standar buka
puasa dipenuhi. Belanja ke penjual dadakan yang siap tenteng.
Jika ada undangan
bukber, jangan sia-siakan kesempatan. Syukur ada acara sholat berjamaah.
HAKIKAT PUASA
Diluar dugaan pihak mana
pun. Ternyata jama’ah sholat masjid di tempat tinggal penulis, bisa diajak ikut
tahlilan di rumah duka. Biasanya usai sholat isya’. Tak jarang, tahlilan di
dominasi jama’ah masjid. Bukan dari tetangga atau warga satu RT.
Masjid yang sudah 2
(dua) lantai, ditambah halaman dan jalan, tak mampu menampung jama’ah sholat
Idul Fitri 1 Syawal 1439H. jumlah pemudik tak signiikan. Sebagain rumah warga
sudah jadi ajang kumpul anak cucu.
Bukan masalah jika mulai
hari kedua Syawal, jama’ah masjid kembali normal. Suasana harian seolah
langsung terwujud nyata. Sebelah utara kawasan perumahan terdapat makam,
kuburan. Mulai 5 Syawal terdengar tadarusan, kataman Al-Qur’an non stop 24 jam
bersambung tapi urutan surat diacak. Bukan dari masjid.
Ada yang selalu kita
lupakan, terabaikan koq tiap tahun. Jangan pakai pola yang sudah liwat, biarkan
liwat. Tak akan kembali. Apalagi yang langsung ikut laga di bulan Ramadhan.
Yang mendadak jadi ahli masjid.
Semua tindakan
tergantung niat dan awal yang baik. Transaksi pahala Ramadhan langsung
ditangani oleh Allah swt. Momen ini memberi peluang kepada umat Islam untuk
menjaga jarak dengan urusan dunia. Rasa peka, daya peduli, sifat responsif
terasah. Bukan sekedar masuk kuadran baik-buruk, benar-salah. Mampu memilih dan
memilah di antara tumpukan atau rangkaian berkategori yang baik dan benar, mana
yang sesuai, yang cocok, yang layak.
Mengendorkan urat saraf,
meregangkan otot, menetralisir emosi negatif. 11 (sebelas) bulan digebèr, diforsir
pagi, siang, malam. Diajak bersitegang adu otot, baku mulut,mengarungi
sekaligus menarungi pesaing bebas. Urusan akhirat menjadi nomor cadangan. Beriring
dengan kiat mujarab mencapai derajat takwa.
Akankah, selama Ramadhan
duduk manis di posisi bangku cadangan, undur diri menjadi penonton, energi religi
terisi kembali. Tindak muhasabah, mawas diri, evaluasi diri sejak dini. Tidak tunggu
jenggot terbakar habis. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar