Halaman

Kamis, 21 Juni 2018

Efektivitas Pasca Ramadhan, Diam Diri Cara Bijak Untuk Berbuat Banyak


Efektivitas Pasca Ramadhan, Diam Diri Cara Bijak Untuk Berbuat Banyak

Merasakan  kebaikan orang lain, baru bisa dirasakan setelah kita tidak didekatnya. Atau ybs pergi meninggalkan kita. Kemanfaatan Ramadhan dirasakan setelah kita meliwatinya. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal sebagai masa transisi untuk siap laga 11 (sebelas) bulan, sampai Ramadhan yad.

Budaya, adat, tradisi mudik semakin mewujudkan silaturahmi. Ingat lingkungan tempat kelahiran. Kembali ke jati diri sebagai makhluk sosial. Mempererat ukhuwah dan solidaritas sebagai anak bangsa yang merdeka.

Nglumpuké balung pisah, papatah Jawa yang berlaku nasional. Lebur tanpa ada batas kasta, strata sosial maupun status ekonomi. Saudara tetap saudara. Disinyalir, lebaran dorong perbaikan ekonomi.

Wajar, masuk 1 Syawal, maka argo syahwat dunia kembali normal. Mata menjadi terang-benderang menerawang raihan dunia apa saja yang belum terwujud. Selama Ramadhan ditinggalkan. Menembus periode. Pola ini dimiliki oleh manusia yang memandang Ramadhan sebagai gerakan waktu linier. Tidak salah. Memang waktu demi waktu akan berlalu.

MENU RELIGI
Menganggap Ramadhan sebagai rutinitas tahunan. Pribadi yang masih sibuk dengan urusan dunia. Lengkap sudahlah pola memanfaatkan Ramadhan dari tahun ke tahun. Nyaris tipikal, berulang dan formalitas. Bisa menjadi beban.

Bukannya kurang atau tanpa ilmu. Lingkungan keluarga dan tempat tinggal yang menjadikan diri kita bertindak. Langkah moderat atau ikut arus kuat. Versi awal Ramadhan bukannya tak berdampak.

Agenda Ramadhan mengikuti antusias dan animo jama’ah. Daftar sholat tarawih dipampang di banner. Lengkap dengan penceramah, agar berdaya tarik. 11 rokaat menjadi daya tarik tersendiri.

Kegiatan untuk semua usia anak didik sudah disiapkan. Buka bersama, undang anak yatim, serta acara lainnya yang digabungkan. Generasi muda berani ikut berpartisipasi aktif dan kontribusi nyata.

Penulis bersyukur, iktikaf  10 malam terakhir, banyak yang hadir. Suasana masjid mendukung untuk tafakur. Meraih bonus 1000 bulan. Kawasan perumahan dengan 2 RW, 2 kelurahan yang sudah menghadirkan generasi cucu. Gairah generasi pertama untuk menambah tabungan akhirat. Mereka menjadi jama’ah sholat 5 (lima) waktu. Soal bangun sahur, tampaknya tidak menjadi masalah.

Sebagian jama’ah tetap maghrib, datang. Tak peduli dengan orang sedang santap hidangan bukber. Iqomah ditambah beberapa menit. Kesempatan yang sedang bukber untuk menambah jatah hidangan.

BELANJA PANGAN
Muatan religi nyaris terpinggirkan oleh syarat kuat tahan lapar dan haus. Asupan gizi dan kalori diutamakan. Menggeser jam makan. Ekstra menu, mau tak mau, menjadi wajib saji. Utamakan daya tahan puasa dari makan dan minum, khususnya di jam kerja.

Jam kerja dapur lebih sibuk. Demi urusan perut, manfaatkan belanja online. Menu standar buka puasa dipenuhi. Belanja ke penjual dadakan yang siap tenteng.

Jika ada undangan bukber, jangan sia-siakan kesempatan. Syukur ada acara sholat berjamaah.

HAKIKAT PUASA
Diluar dugaan pihak mana pun. Ternyata jama’ah sholat masjid di tempat tinggal penulis, bisa diajak ikut tahlilan di rumah duka. Biasanya usai sholat isya’. Tak jarang, tahlilan di dominasi jama’ah masjid. Bukan dari tetangga atau warga satu RT.

Masjid yang sudah 2 (dua) lantai, ditambah halaman dan jalan, tak mampu menampung jama’ah sholat Idul Fitri 1 Syawal 1439H. jumlah pemudik tak signiikan. Sebagain rumah warga sudah jadi ajang kumpul anak cucu.

Bukan masalah jika mulai hari kedua Syawal, jama’ah masjid kembali normal. Suasana harian seolah langsung terwujud nyata. Sebelah utara kawasan perumahan terdapat makam, kuburan. Mulai 5 Syawal terdengar tadarusan, kataman Al-Qur’an non stop 24 jam bersambung tapi urutan surat diacak. Bukan dari masjid.

Ada yang selalu kita lupakan, terabaikan koq tiap tahun. Jangan pakai pola yang sudah liwat, biarkan liwat. Tak akan kembali. Apalagi yang langsung ikut laga di bulan Ramadhan. Yang mendadak jadi ahli masjid.

Semua tindakan tergantung niat dan awal yang baik. Transaksi pahala Ramadhan langsung ditangani oleh Allah swt. Momen ini memberi peluang kepada umat Islam untuk menjaga jarak dengan urusan dunia. Rasa peka, daya peduli, sifat responsif terasah. Bukan sekedar masuk kuadran baik-buruk, benar-salah. Mampu memilih dan memilah di antara tumpukan atau rangkaian berkategori yang baik dan benar, mana yang sesuai, yang cocok, yang layak.

Mengendorkan urat saraf, meregangkan otot, menetralisir emosi negatif. 11 (sebelas) bulan digebèr, diforsir pagi, siang, malam. Diajak bersitegang adu otot, baku mulut,mengarungi sekaligus menarungi pesaing bebas. Urusan akhirat menjadi nomor cadangan. Beriring dengan kiat mujarab mencapai derajat takwa.

Akankah, selama Ramadhan duduk manis di posisi bangku cadangan, undur diri menjadi penonton, energi religi terisi kembali. Tindak muhasabah, mawas diri, evaluasi diri sejak dini. Tidak tunggu jenggot terbakar habis. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar