Indonesia kekini-kinian, mégakorupsi vs minimakar
Bersyukur deras bangsa
Indonesia. Makna judul di atas tidak berlaku di Indonesia. Secara teori pun
tidak akan didapati di bahan ajar kerakyatan pendidikan anak usia dini.
Permainan anak, mainan
anak, lagu anak tidak satu pun mencantumkan, mempersoalkan atau
mensosialisasikan pekerjaan besar orang hebat dimaksud.
Sejak RI berdiri, apa
yang akan terjadi, terjadilah. Konskuensi logis dari syahwat politik anak
bangsa pribumi yang sedang butuh-butuhnya asupan gizi, nutrisi.
Indonesia tidak salah
koki. Tidak salah menu. Tidak salah bumbu. Kurang pas menterjemahkan order dan
sekaligus membaca arus bawah.
Semakin berumur,
berusia, Indonesia semakin berisi dan tak kenal istilah renta, pikun apalagi
uzur. Beda dengan oknum penyelenggara negara yang belum-belum sudah ketahuan
watak aselinya. Tergesa-tergesa “panen raya” dengan dalih dan dalil “balik modal”.
Manusia politik
Nusantara sudah diformat, dikemas, ditata luar dalam. Tidak sempat berpikir
atau cari celah untuk “berbuat banyak”. Satu macam ide untuk menggeliat
kepanasan, kecapaian saja cukup alasan untuk dikenai pinalti.
Walau bagaimana pun,
pekerjaan politik, matapencaharian politik tetap berdaya tarik tinggi. Serba menjanjikan.
Pandai-pandai mensiasatinya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar