Halaman

Rabu, 13 Juni 2018

Kaki Yang Tak Renta


Kaki Yang Tak Renta

Ujaran bijak, semakin afdol keluar dari manusia bijak. Walau bukan profesi atau status sosialnya. Bukan bahasa klise, basa-basi, pemanis mulut, pemerah bibir atau yang jelas bukan bahasa politik.

Ujaran bijak bisa bergaya diplomatis. Multitafsir dan nyaris bias. Akumulasi, asumsi dari aneka kejadian nyata bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Mengerucut atau acap muncul di permukaan.

Saya ajak pemirsa, penonton, pendelok tata kalimat ini.

Untuk urusan akhirat, kita wajib iri dengan orang lain yang bisa ahli masjid. Lihat ke atas, sedemikan nyata tindak dan aksi diri hamba Allah yang menjaga wudhunya.

Mulai dan niat dengan kebaikan. Konsisten, kontinyu, rutin atau mendawamkan amal kebaikan. Sekecil apapun, menjadi kebiasaan dalam hitungan waktu terkecil.

Untuk urusan dan sukses dunia, lihat jauh ke depan tanpa batas pandang. Turunkan pelan tatapan mata kita. Betapa masih banyak anak bangsa penganut ekonomi sehari.

Makanya pemeritah memberi label masyarakat kurang beruntung. Menunjukkan klas ekonomi papan bawah. Stigma uneducared people karena status sosial yang tak pernah beranjak. Betah di dasar kehidupan.

Agar pembangunan nasional terasa menyentuh semua pihak. Pemerintah memposisikannya senagai permanent underclass. Bermanfaat sebagai faktor penentu besaran utang luar negeri. NKRI memposisikan diri sebagai negara yang sedang, masih dan akan berkembang. Sehingga perlu bantuan darurat.

Jadi, kita sudah punya pakem, aturan main untuk melihat kenyataan hidup.

Justru yang paling mujarab, manjur, mustajab, cespleng dengan pola bercermin diri. Mawas diri sejak dini. Muhasabah. Evaluasi diri dengan bijak. Bukan mencari pembenaran. Bukan menghalalkan perilaku pembiaran karena berkaca pada kebijakan negara.

Untuk membandingkan diri dengan pihak lain dalam urusan dunia sekaligus urusan akhirat. Cara sederhana dengan melihat orang lain yang tahun kelahirannya sama. Bukan sekedar umur dan atau usia yang sama.

Karena waktu tidak berlaku sama untuk makhluk hidup, terkhusus buat manusia dan atau orang. Ada yang merasa rasanya waktu berjalan cepat. Tahu-tahu sudah siang. Sebaliknya, jalannya waktu padat merayap. Detak dan degup jantung teraba. Detik waktu atau jalannya jarum detik jam bermakna. Seiring dengan asa yang bergulir pelan tapi pasti.

Apa cara bijak kita untuk menakar kadar manfaat umur dan atau usia. Patokan kita adalah usia Rasulullah saw.

Di jalanan, tak sengaja ketika melihat cara berjalan sesame pengguna jalan. Ada yang santai tapi memang itu tekniknya. Ada yang menjaga langkah agar stabil dan berkemajuan. Selangkah demi selangkah. Menjaga irama kehidupan, mengatur nafas.

Bisa iri jika ada yang langkah tegap, cekatan dan mantap. Terlebih jika si empunya kaki, ubannya lebih rimbun. Perlu kita simak cara jalan Rasulullah saw.
Boleh bangga tak terucap dan tak terwujud dalam aksi, jika menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Betapa ada anak manusia yang jauh lebih belia, jalan gemulai bak pria tulang lunak. Siapa terka, ybs jalan sambil mengingat keberadaan-Nya.

Pernah, walau sifat kasus, saat berjalan kaki saya salib rombongan anak sekolah. Karena menggerombol, jalan sambil bincang. Ucapan yang saya tangkap, sederhana. Menjadi sumber inspirasi menjadi tata kalimat.

Pembaca yang setia.

Beda atau lain cerita. Ada manusia yang jauh lebih banyak makan kalender. Jalan sambil tengak-tengok, sesekali senyum atau menganggukan kepala. Selidik punya sidik, ternyata ybs mantan pejabat. Jalannya tampak dianggun-anggunkan. Biar tampak berwibawa. Minimal tampak sebagai ahli berpikir. Mikirkan negara yang nasibnya tak bisa lepas dari jeratan renternir dunia.

Berjalan kaki atau olah kaki, dilakukan sekedar agar kaki tak merasa jemu di rumah saja. Atau hanya diajak duduk. Tindak meluruskan kaki, sebagai pasal pemulihan citra diri. Agar kaki siaga, sewaktu-waktu diminta jasanya. Siap menjadi kaki-tangan siapa saja. Maksudnya peran sentral kaki untuk menjawa wibawa citra dan pesona diri. Ada kursus kepribadian melatih cara jalan kaki yang baik dan benar. Ada kurus atau sekolah lenggang catwalk.

Agar tapak kaki ini tidak menjelajah kemana-mana, salah injak, salah menapak, salah arah. Belum sampai pada akhir kata. Namun simpul ada di hati hadirin yang mulia.

Jadi, kaki bukan ukuran umur dan atau usia. Walau ukuran kaki ada hubungan diplomatik dengan daya jangkau kaki. Kuat jalan. Berdiri tahan lama.

Masalah klise, klasik adalah kaki yang mengajak kita untuk bertindak atau kita yang mengajak kaki untuk kemana saja tujuan hidup. Dimana bumi kita pijak, pakai hukum lokal. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar