ketika musim
béla negara tiba
Masih terekam di alam
ingatan anak bangsa pribumi akan sejarah penjajahan oleh bangsa asing di negeri
sendiri. Selama pelaku sejarah masih bisa mentuturkan pengalamannya, sejarah
tak akan dilupakan.
Namun watak orang timur,
pelaku sejarah merasa hanya kewajiban sebagai warga negara. Pejuang bangsa
pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 2018, secara formal merasa sebagai
panggilan tugas.
Akhirnya sejarah yang
tercatat resmi, dibakukan, dibukukan merupakan produk pemerintah.
Hakikat pejuang bangsa
tidak terikat oleh waktu, tempat dan apalagi jabatan. Tanpa diminta, mereka
selalu berbuat untuk bangsa dan negara ini. Sekecil, seringan apapun
kontribusinya. Didawamkan sebagai tindakan nyata hari demi hari. Nyaris statis,
tipikal dan berulang. Tapi bukan bak robot.
Kendati berdasarkan Perubahan Kedua UUD
NRI 1945 bahwasanya peran rakyat dalam usaha pertahanan dan keamanan negara yang
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta sebagai
kekuatan pendukung. Jangan anggap, sesederhana itu.
Faktor domisili, peduli
lingkungan, interaksi sosial serta praktik aneka bentuk paguyuban, pola
kerukunan maupun asas gotong royongnya. Modal dasar rakyat untuk mengantisipasi
gerakan yang nganèh-anèhi di lingkungan tempat tinggalnya.
Kendati ada pendatang
yang mampu membaur, menyesuaiikan diri, beradaptasi, itu pasal lain. Bukan lantas
mudah curiga dengan yang serba asing. Siapa duga ada turis mancanegara yang
blusukan ke lokasi yang alami, natural dan panacasilais tanpa polesan. Siapa sangka
ada program studi banding, kunjungan kerja dari wakil rakyat negara tetangga.
Jangan lupakan sejarah
rakyat yang pemaklum. Melihat tingkah laku penguasa a.l dengan ujaran kebencin,
ujaran kebodohan dan modus lainnya. Cukup usap dada sambil ber-istighfar. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar