Halaman

Senin, 25 Juni 2018

salah koki vs salah menu vs salah bumbu


salah koki vs salah menu vs salah bumbu

Kalau “korban” hanya satu, belum dapat diambil kesimpulan. Sampel memang tidak boleh satu. Apalagi kurang dari satu. Bayangkan kalau satu-satunya “korban” adalah Anda.

Bicara korban, tidak elok untuk adat, adab yang masih menjadi acuan. Konotasi, stigma menjadi beban tersendiri. Seperti sudah divonis di awal kejadian perkara. Tanpa tahu sebab-musabab. Tanpa dinyatakan pasal atau normanya.

Penerapan ‘korban’ bisa untuk siapa saja. Tidak tergantung bulu. Malah terkadang, tergantung kesigapan tukang endus berita. Mau-maunya, suka-sukanya sang ahli mengolah fakta. Mengandalkan ujaran tertulis seatraktif nian. Kode etik jurnalistik hanya dikedepankan jika sang juru pengganda berita malah jadi “korban”. Senjata makan tuan, berbalik jadi tersangka.

Rakyat sudah maklum. Sumber segala sumber ujaran dan penistaan. Bukan keluar atau produk orang biasa. Soal akurasi data dan informasi, bisa dicicil sesuai tarif.

Skenario besar untuk pertahanan diri, bukan pasal tabu. Wajib jaga wibawa dari intervensi investor politik. Rakyat siap dikorbankan demi raihan suara rakyat. Mendapat mandat. Bukan zamannya mandataris MPR.

Pastikan cuaca mendukung. Semua pihak sibuk memikirkan nasib sendiri. Jangan berharap ada bantuan (asing) gratis. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar