Indonesia belum BéTé (bau tanah), cuma sedang mampir ngombé
Malang ada di Indonesia.
Pancasila hanya ada satu dan satu-satunya di dunia dan berada di Indonesia. Secara
historis, KKN (korupsi, kolusi,
nepotisme) di Indonesia sudah mendarah daging. Antar periode pemerintah
mempraktiknya sesuai versi dan dalilnya.
Amanat penderitaa rakyat
(ampera) produk ungguilan Orde Lama, tetap bergulir. Format ampera sesuai
selera periode pemerintah. Ditarik mundur, sejak bergulirnya reformasi dari
puncak 21 Mei 1998, rumusan ampera masuk RPJMN.
Lema ‘rakyat’ masuk
kamus politik dan bahasa politik, tidak sekedar abang-abang lambé. Menentukan heroisme, patriotisme sekaligus
pancasilais parpol pengusungnya, biar dikira pro-rakyat banget.
Namanya syahwat politik
Nusantara. Istilah ‘kolusi’ dicarikan pada padannya, bahasa kerènnya. Comot istilah:
konspirasi, kolaborasi, kompromi, koalisi serta suka-suka ambil di pergaulan
dunia.
Fanatisme manusia
politik di Indonesia lebih fanatik daripada umat beragama. Disebabkan peran dan
posisi sentral oknum ketua umum – terlebih dengan hak prerogatifnya – bisa
melebihi nabi. Nasib mati hidupnya “sang penganut”, sudah dikontrak
hidup-hidup.
Bukan isapan jempol kaki,
bahwasanya anak cucu ideologis parpol yang lahir jauh sebelum Proklamasi
Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945, tak ada matinya. Beradaptasi, menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Muncul sambil tepuk dada besar kepala, cuci tangan
merasa tak berdosa politik atau main tuding.
Kita memang bangsa
besar. Rakyat cerdas maklum atas segala perilaku penguasa yang akan selalu haus
kuasa. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar