Indonesia di
balik kumandang ‘Indonesia Raya’
Domba punya tanduk,
bukan untuk sebagai senjata saat adu domba. Kerbau punya sepasang tanduk,
tenaganya dipakai untuk membajak. Daya kuda karena karakter daya tahan lari.
Cepat dan tahan lama. Kuda pacu tentu beda klas ideologi dengan kuda tunggang.
Kuda tampak perkasa,
kuasa, berwibawa ketika untuk menarik kereta kencana. Alias kereta emas, kereta
kerajaan.
Kapan Indonesia memacu
dan memicu diri. Ketika ada lawan politik bertengger di depan mata. Atau ketika
ada manusia pelancong, pewisata, turis, bebas visa kunjungan kerja. Diimbangi arus
bebas masuk tukang, kacung asing (tka).
Nasib Nusantara semakin merana,
ketika presiden, kepala negara pilihan rakyat hanya didudukkan, diposisikan
sebagai petugas partai.
Ayo longok konfigurasi,
tatanan SDM di dapur pacu NKRI. Versi untuk pantauan badan dan atau negara
donor.
Kalau untuk konsumsi
pertanggungjawaban ke rakyat, tak beda jauh dengan laporan tahunan sebelumnya. Pemantapan
redaksional, penguatan ujaran tertulis dan rekayasa fakta angka.
Di ajang laga Piala
Dunia 2018 di Moskow. Indonesia masuk fakta ajaib gelar tanding bola sedunia, 4
tahun sekali. Indonesia tahu diri untuk tidak mengirimkan timnas. Soalnya,
kalau memberangkatkan pemain 11 orang dan cadangan, dimungkinkan jadi rombongan
besar. Terutama pengurus, keluarga pengurus dan keluarga pemain sebagai daya
dukung moral.
Indonesia bangga jadi
tuan rumah Asian Games XVIII 2018.
Doa rakyat santai saja. Agar
semua niat dan rencana besar pemerintah berjalan sesuai skenario. Rakyat liwat
nonton bareng, menyaksikan pengalungan medali emas. Semangat, sama-sama
menyanyikan lagu wajib, lahu kebangsaan ‘Indonesia Raya’. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar