Halaman

Sabtu, 16 Juni 2018

suksesi Asian Games XVIII 2018, cari muka vs sembunyi tangan


suksesi Asian Games XVIII 2018, cari muka vs sembunyi tangan

Koq tidak ‘lepas tangan’. Terasa lebih pas. Bukan masalah bahasa atau substansi yang akan diolahsajikan. Jujur saja, memang terasa enak: cari muka vs lepas tangan. Ada korelasi nyata antara cari dan lepas. Nyata atau sekedar peribahasa.

Omong-omong soal menu politik dalam pesta olahraga Asia utawa Asian Games XVIII yang serba 8. Jakarta, Palembang, Bogor terbilang sebagai lokasi kejadian perkara laga, tanding, tarung. Mewakili negara, atlet akan mempertimbangkan bagaimana kita menjunjung rasa sportivitas sekalgus menghormati tuan rumah yang haus.

Jangan sampai kisah sukses AG XVIII menjadi batu loncatan yang sekaligus malah menjadi batu sandungan pemerintah. Banyak pihak yang harus disenang-senangkan. Agar tamu atau duta olahraga atau duta asing, merasa nyaman di tanah air Nusantara. Merasa seperti di negaranya sendiri.

Bicara basa-basi soal menu politik. Sudah bisa ditebak bagaimana aroma irama ramuan ajaib yang menjadi andalan. Ramuan yang aneka rasa. Siap dengan pihak yang patut dipersalahkan. Atau patut diduga sebagai pihak yang berbuat tindakan tidak menyenangkan. Menggerogoti wibawa negara dari dalam dengan dalih pendukung potensial. Loyal dan total.

Menjabarkan ambisi politik dalam format olahraga, bisa-bisa jadi senjata makan tuan. Jadi bumerang atau ternyata hanya jadi beban moral. Kan sudah diingatkan di awal, batu loncatan vs batu sandungan.

Rakyat yang hanya bisa menikmati acara, adegan, atraksi liwat media layar kaca, tetap mengajukan doa kepada-Nya. Betapa tanah air sedang jadi ajang adu kuat, adu cepat, adu pintar serta memang adu otot, untuk saling mengalahkan, menjatuhkan, menjotos, membanting, menendang. Rakyat rindu lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dikumandangkan.

Atlet bertanding, tapi pihak lain yang sport jantung. Akumulasi ‘sport jantung’ akan menentukan perjalanan nasib bangsa sampai akhir periode 2014-2019. Mau pakai pasal demi Pancasila, rasanya kurang pas. Akhirnya sadar dan disadari, bahwa hakikat kerakyatan tidak bisa dimanipulasi, direkayasa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar