Halaman

Jumat, 08 Juni 2018

suksesi Asian Games XVIII 2018, tepuk tangan pertama vs tawa terakhir


suksesi Asian Games XVIII 2018, tepuk tangan pertama vs tawa terakhir

Memang, tepuk tangan dan tawa mulut, sebagai ekspresi diri. Tepuk pramuka menjadi pemersatu jiwa yang sedang sehat, riang dan tanpa pandang kasta. Mangan ora mangan, sing penting iso keplok bareng.

Soal tawa. Mentertawakan diri sendiri menjadi bentuk diplomasi untuk merendahkan diri. Atau merasa rendah diri. Atau mematut diri di kalangan yang tak jelas suaranya. Tertawa getir ketika tahu, orang melihatnya karena ada pamrihnya. Ada tantangan barter politik.

Orang bijak bertutur, perajurit tua tak akan pernah mati. Orang timur pandai menyembunyikan perasaan hati. Anak cucu ideologis, sampai jadi bahaya laten, tak ada matinya, tak ada kapoknya.

Atlet dari duta negara asing bertarung, bertanding, berlaga; adu otak, adu otot, demi martabat bangsa dan negaranya. Ukurannya serba lebih. Lebih cepat, lebih jauh, lebih tinggi, lebih kuat, lebih banyak. Entah cabor apa jika pemenangnya, lebih lama. Pokoknya, kuat lama dan tahan lama.

Asian Games XVIII 2018 untuk atlet amatir (?). Simak duel petinju. Kalau pakai singlet, berarti amatir. Banyaknya ronde, mungkin 3 (tiga) ronde. Rangkaian ring di bendera club organisasi olahraga Asia, sebagai tanda tanding profesional. Kalau ada.

Selain sponsor, pemodal, penyandang dana, dimana posisi dan peran petaruh. Atau pihak yang mampu menentukan, mendikte skore atau sejauh apa kuasa wasit pertandingan. Namanya olahraga yang dibalut dengan aroma politik.

Kita tidak tahu nantinya siapa atau pihak mana yang tawa terakhir saat penutupan Asian Games XVIII 2018. Bukan masalah perolehan suara.

Kita bersyukur, pemerintah mampu mensukseskan hajat nasional Asian Games XVIII 2018 secara profesional. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar