Halaman

Jumat, 10 Oktober 2014

POLISI DI ANTARA PENGUSAHA/PENGUASA DAERAH DAN RAKYAT

POLISI DI ANTARA PENGUSAHA/PENGUASA DAERAH DAN RAKYAT
12 Januari 2012

Menyikapi UU 32/2004 tentang “PEMERINTAHAN DAERAH” yang lebih diartikan otonomi daerah, khususnya Pasal 157 (Sumber pendapatan daerah terdiri atas: ... dst), pemerintah daerah telah mengambil berbagai langkah dan tindakan. Kepala daerah, khususnya bupati/walikota, sebagai penguasa daerah berikhtiar “menjual” kadungan isi perut bumi serta yang ada di permukaan bumi. Aspek legal hukum diterbitkan kepada pihak pemodal atau investor yang akan memborong isi dan hasil bumi.

Ikhwal kabupaten/kota yang memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat, dalam prakteknya lebih memihak kepada yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam bentuk hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah.

Konflik antara pengusaha dan rakyat, terutama akumulasi keteraniayaan rakyat, biasanya diredam oleh pihak pengusaha dengan berbagai cara. Mulai mengedepankan pamswakarsa sampai memberdayakan aparat keamanan, khususnya polisi. Biasanya antara pengusaha dan penguasa daerah dalam posisi satu kutub. Kutub lainnya adalah rakyat yang terkena dampak.

Pihak polisi, kendati sudah punya Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 tahun 2010 tentang “HAK-HAK ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA”, dalam prakteknya lebih condong ke pihak yang menambah masukan tunjangan. Kasus freeport sebagai contoh nyata. Jika terjadi konflik, biaya operasional akan membengkak dan bisa menjadi “proyek”.  Jika nyawa polisi jadi taruhan, semakin jelas orientasi polisi.


Posisi polisi sangat dilematis, bak makan buah simalakama. Memihak pengusaha/penguasa daerah, berarti polisi yang berasal dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, digaji dan dapat tunjangan dari uang rakyat, akan berhadapan dengan rakyat. Polisi punya akal akan mendatangkan polisi dari suku/daerah lain. Memihak rakyat, sama dengan polisi akan kehilangan sumber tambahan tunjangan secara resmi. Bahkan bisa menimbulkan konflik internal di tubuh kepolisian [HaeN].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar