Dunia, Daerah Bebas Bertindak
Fiman Allah yang
diabadikan dalam Al-Qur’an [QS Al Qashash (28) : 77] :
“Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Tersurat maupun tersirat, Allah memerintahkan kepada umat Islam agar
dapat menciptakan keseimbangan antara usaha mengejar urusan dunia dengan ikhtiar mengutamakan urusan dengan Allah atau
keperluan ukhrawi. Tidak mengejar atau mengutamakan salah satunya dengan cara
meninggalkan atau menomorduakan yang lainnya.
Bahkan untuk niat pun saat kita seolah menghadapi pilihan dilematis, memilih
urusan dunia atau urusan akhirat, Allah memberikan pembalasan kepada amal
seseorang menurut niatnya. Yaitu dalam Al-Qur’an [QS Asy Syuura (42) : 20] : “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di
akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang
menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan
dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.”
Kehidupan duniawi dan ukhrawi merupakan fitrah yang harus dilakoni oleh
manusia secara seimbang, selaras dan serasi. Melakoni kehidupan ini dengan
memenuhi kebutuhan keduanya dalam satu paket. Allah melalui firman-Nya,
mengingatkan kita untuk melaksanakan fitrah sebagai manusia dengan rencana,
tidak sekedar mengkuti perjalanan waktu. Membuat keseimbangan antara urusan dunia
dengan urusan akhirat merupakan bagian dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan
oleh umatnya.
Rasulullah saw berpesan agar setiap umat
Islam menganggap dirinya di dunia ini seperti orang asing atau orang yang lewat
saja. Orang asing yang tidak memiliki tempat tinggal. Negeri tempat ia berada,
bermukim dan bertempat tinggal bukanlah kampung halamannya. Dunia atau negeri ini
hanyalah tempat kita menyelesaikan berbagai keperluan dan urusan, kemudian lanjut kembali ke kampung
halamannya.
Begitu pula bagai orang yang numpang lewat. Kita akan terus berjalan meski kadang
singgah sebentar untuk sekadar berteduh atau mencari bekal, lalu melanjutkan
perjalanan menuju tempat tujuannya. Jadi dunia ini bagi umat Islam adalah
tempat asing atau persinggahan saja. Kita mengacu : Dari Abdullah bin Umar
ra., ia berkata, Rasulullah saw memegang kedua bahuku dan bersabda, ‘Jadilah
kamu di dunia seolah-olah orang asing atau orang yang lewat.’ Ibn Umar
berkata, ‘Jika engkau ada pada waktu sore maka jangan menunggu pagi hari.
Jika engkau ada pada waktu pagi maka jangan menuunggu sore hari.
Manfaatkanlah sehatmu sebelum sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu untuk bekal
matimu (HR al-Bukhari, Ibn Hibban dan al-Baihaqi).
Nasihat yang disampaikan oleh Rasulullah
saw merupakan pelajaran yang utama bagaimana menyikapi dunia. Siapa saja
yang mengambil nasihat itu tidak akan tertipu dan terpedaya oleh dunia.
Dalam skala dunia, dalam tataran dan tatanan dunia, nampak bangsa yang
berbuat ke bangsa lain tanpa takaran moral, etika dan agama dengan dalih
menegakkan Hak Asasi Manusia. Siapa yang kuat dalam diplomasi dan teknologi
militer bisa mendikte bangsa lain, bahkan bisa mendikte dunia. Secara individu,
banyak manusia, bahkan umat Islam menjadikan dunia ini atau sewaktu hidup di
dunia, bebas melakukan apa saja.
Bebas tanpa batas karena merasa mempunyai kewenangan tanpa batas atau
karena pengetahuannya terbatas. Bebas mengeluarkan ucapan dan pernyataan,
melakukan berbagai tindakan karena merasa kebal hukum. Bebas seolah tidak ada
rambu-rambu hukum atau merasa tak ada pasal hukum yang dilanggarnya.
Hak bebas yang kita kantongi, bukannya tanpa dampak, bukannya tidak ada
timbal baliknya, bukannya tidak ada sanksi yang menunggu. Kita mengacu Al-Qur’an [QS Al Israa’ (17) : 18 dan 19] : “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang
(duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki
bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia
akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah
mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
Semua berpulang kepada diri kita untuk memilah
dan memilih langkah, untuk menentukan pilihan atau membuat kesempatan, menyusun
peluang serta memanfaatkan lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain.
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah saw bersabda : “Manfaatkan lima perkara
sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu
sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa
kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum
datang kematianmu.” (HR Al Hakim).
-----------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar