Halaman

Jumat, 10 Oktober 2014

PENGAKUAN, PENGKAKUAN, PENGKOKOHAN POLITISI BUSUK

Beranda » Berita » Opini
Rabu, 28/01/2004 16:05

PENGAKUAN, PENGKAKUAN, PENGKOKOHAN POLITISI BUSUK

Jelang Pemilu 2004, kawanan politisi busuk dengan dedengkotnya Bung Akbar Tandjung sowan ke Pak Harto. Terjadi dialog pembenaran dan pengakuan historis. Bung AT:”Menurut petunjuk bapak presiden, apa benar saya ini politisi busuk?” Pak Harto tersinggung,”Jadi kamu mau mengalahkan saya ya!, memangnya kamu punya dukun simpanan?” Bung AT tak kalah tersinggungnya. “Jadi, 40 M itu belum apa-apa ya mBah?” Akhirnya rombongan Bung AT ngacir dan mampir ke padepokan Gus Dur. Terjadi dialog persaksian. “Prek!!, apa saya melihat kamu di TKP”, tanpa ditanya Gus Dur langsung menjawab. “Masih untung tidak ketangkap basah, bisa dibakar massa sampeyan Bung.” Selebihnya, masih bercelana pendek Gus Dur ngacir ke dalam, sebelum dipergoki wartawan amplop. Bung AT dkk tak kehabisan akal bulus, mereka menghadap mBak Mega di istana. Semua kronologis telah disampaikan secara jujur. Tanpa ada komentar sebutir kata pun dari RI-1. Tanpa pamit rombongan Bung AT menghilang sebelum petugas Tramtib datang menggusur. Adegan berikutnya mereka sudah nongkrong di depan Bung Amien Rais.

Dengan jurus budegnya Bung Amien Rais membisu elegan. Berah-betahan nangkring di kursi ketua legislatif. Aspirasi Bung AT dianggap kentut. Bung AT yang merasa dirinya paling senior sebagai politisi busuk, terlebih jebolan Orba, lebih memilih pulang kandang, lebih terhormat loncat jendela sebelum diteriaki maling. Babak terakhir, Bung AT dalam kesendirian. “Kalau aku jadi presiden, berapa M atau T yang harus aku gulirkan. Apa harus jual Papua!!” “Apa bisa balik modal?, itupun kalau tak dijegal di tengah jalan.” Sampai tulisan ini dibaca pembaca Bung AT masih sibuk bercermin. (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar