Rabu, 28/01/2004 16:05
PENGAKUAN,
PENGKAKUAN, PENGKOKOHAN POLITISI BUSUK
Jelang Pemilu 2004, kawanan politisi busuk dengan dedengkotnya Bung
Akbar Tandjung sowan ke Pak Harto. Terjadi dialog pembenaran dan pengakuan
historis. Bung AT:”Menurut petunjuk bapak presiden, apa benar saya ini politisi
busuk?” Pak Harto tersinggung,”Jadi kamu mau mengalahkan saya ya!, memangnya
kamu punya dukun simpanan?” Bung AT tak kalah tersinggungnya. “Jadi, 40 M itu
belum apa-apa ya mBah?” Akhirnya rombongan Bung AT ngacir dan mampir ke
padepokan Gus Dur. Terjadi dialog persaksian. “Prek!!, apa saya melihat kamu di
TKP”, tanpa ditanya Gus Dur langsung menjawab. “Masih untung tidak ketangkap
basah, bisa dibakar massa sampeyan Bung.” Selebihnya, masih bercelana pendek
Gus Dur ngacir ke dalam, sebelum dipergoki wartawan amplop. Bung AT dkk tak
kehabisan akal bulus, mereka menghadap mBak Mega di istana. Semua kronologis
telah disampaikan secara jujur. Tanpa ada komentar sebutir kata pun dari RI-1.
Tanpa pamit rombongan Bung AT menghilang sebelum petugas Tramtib datang
menggusur. Adegan berikutnya mereka sudah nongkrong di depan Bung Amien Rais.
Dengan jurus budegnya
Bung Amien Rais membisu elegan. Berah-betahan nangkring di kursi ketua
legislatif. Aspirasi Bung AT dianggap kentut. Bung AT yang merasa dirinya
paling senior sebagai politisi busuk, terlebih jebolan Orba, lebih memilih
pulang kandang, lebih terhormat loncat jendela sebelum diteriaki maling. Babak
terakhir, Bung AT dalam kesendirian. “Kalau aku jadi presiden, berapa M atau T
yang harus aku gulirkan. Apa harus jual Papua!!” “Apa bisa balik modal?, itupun
kalau tak dijegal di tengah jalan.” Sampai tulisan ini dibaca pembaca Bung AT
masih sibuk bercermin. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar