Halaman

Kamis, 16 Oktober 2014

Lakoni Hidup Dengan Rencana

Lakoni Hidup Dengan Rencana


Air Mengalir
Hidup memang fungsi waktu, secara sadar kita melakoninya dari waktu ke waktu, sehari demi sehari, nyaris rutin, monoton, ritmis, linier dan tipikal. Apa yang kita kerjakan seolah mengulang kegiatan seperti kemarin, sejak bangun pagi sampai bangun pagi hari berikutnya. Kehidupan nampak didikte oleh waktu, seolah hidup hanya mengisi waktu. Banyak niat dan kiat untuk memanfaatkan waktu dilakukan manusia.

Ikuti hidup seperti air mengalir”, ungkapan sederhana, tulus, tercetus dari mulut. Kalimat yang nampak filosofis, filsafati, falsafah dan sarat makna. Seolah kita sudah meyakini dan sedang menjalani takdir. Seolah kita menerima kenyataan hidup apa adanya. Seolah kita pasrah tanpa protes saat mengarungi dan menarungi lautan kehidupan. Seolah dalam kehidupan ini kita tidak perlu berperilaku, berulah dan bertindak macam-macam.

Pepatah Jawa “Nrimo ing pandum”, arti yang mendalam adalah orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan. “Ngunduh wohing pakarti”, bersifat maknawai. Tergantung penggunaan, secara bahasa maka artinya adalah “memetik hasil perbuatan”. Ada yang memandang dengan makna bahwa setiap pikiran, ucap dan tindak seeorang ada akibatnya, dampaknya. Hidup di dunia adalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan aturan main tertulis (hukum) dan tak tersurat (norma). Ada rambu-rambu kehidupan, ada pranata sosial.

Ubah Dan Adu Nasib
Nasib air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Menurun, tidak bisa menanjak. Untuk mengalir pun harus menunggu banyak, setelah menjadi genangan. Melebihi daya tampung wadahnya, air luber kemana-mana. Seolah tanpa daya.

Jika nasib kita seperti air, apa  jadinya dunia ini. Seolah hidup tanpa rencana, mengalir apa adanya. Firman Allah mengingatkan kita agar hidup berdasarkan rencana, [QS Ar Ra’d (13) : 11] : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[a]. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan[b] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

[a].   Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. Dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah.

[b].   Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.

Jadi, melakukan perubahan tidak dilakukan secara radikal, sporadis dan musiman saja. Harus diawali dari rencana. Hasil evaluasi diri sejak dini, terhadap apa saja yang kita kerjakan hari ini, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, sebagai masukan rencana harian.

Rencana Harian
Islam mengajarkan dan menganjurkan jelang tidur malam, ada rukunnya atau adabnya. Agar kita bisa bangun, karena tidur adalah mati sementara, bebas dari sanksi hukum Allah. Niatkan bangun sepertiga malam terakhir, atau minimal sebelum panggilan kumandang azan. Hal yang baik bisa kita ulang tiap bangun pagi. Mantapkan dalam diri kita, dengan kehendak-Nya, kita lakukan yang terbaik hari ini.

Persiapan mengikuti sholat Jumat, ada tahapan yang harus kita ikuti. Menghadapi puasa wajib di bulan Ramadhan, umat Islam diwajibkan melakukan rencana dan persiapan. Sehingga puasa Ramadhan bukan sebagai beban setahun sekali. Tak kurang diberitakan, ada umat yang masuk kategori penerima daging qurban, malah berupaya menabung agar jelang Idul Adha bisa beli kambing. Bahkan ada yang menabung uang sepanjang usianya untuk melaksanakan ibadah haji.

Investasi Akhirat
Nyaris sebagian besar waktu yang kita liwati, diutamakan untuk urusan dunia, untuk mencari sesuap nasi. Urusan dengan Allah, terutama dan utama adalah komunikasi dalam bentuk sholat 5 waktu. Manajemen waktu, memadukan urusan akhirat dengan urusan dunia, agar kita tak tersesat. Karena mengikuti rambu-rambu hukum Allah. 

Rencana yang kita susun  tidak hanya mengakomodir urusan dunia,  bahkan bersifat prospektus. Rencana hidup mengacu pada kebutuhan masa depan, seperti yang tersurat dalam terjemahan [QS Al Hasyr (59) : 19] : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Hidup adalah berproses, soal seberapa, kapan dan bagaimana hasil dari segala ikhtiar kita, adalah hak prerogratif Allah [HaeN].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar