DAERAH KHUSUS AIR
Ironis, kondisi geografis (dataran
rendah 7 mt dpal, 13 sungai dan 2 kanal, daratan 661,52 km2 atau
10,57%) menyebabkan air hujan di Jakarta melimpah, melebihi daya tampung lautan
6.997,50 km2 (89,43%) apalagi daratannya. Jakarta tidak punya mata
air tapi kaya air. Air hujan lokal pun sudah bisa merendam jalanan dan
perumahan, belum pasokan yang terbawa sungai. Di sisi lain, air minum atau air bersih
bisa jadi barang langka, bahkan air baku PAM mengandalkan dari provinsi
tetangga. Air tanah dimanfaatkan oleh berbagai kebutuhan : kawasan industri,
perkantoran, perumahan, apartemen, hotel, wisata, dsb. Cara pemanfaatan sangat
beragam, mulai dengan sumur pompa tangan (air dangkal) sampai sumur bor puluhan meter. Abrasi pantai nyaris
rutin yang memuluskan lajunya rob. Intrusi air laut merasuk ke daratan sejauh
14 km dan berkurangnya lapisan aquifer berdampak pada penurunan muka tanah 4-26
cm per tahun terjadi di Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat.
Ulah manusia sebagai penduduk/penghuni
menyebabkan tanah Jakarta kedap air, tidak bisa menyerap air hujan secara
sistematis. Halaman tempat tinggal ditutup secara permanen, tanpa ada ruang
terbuka hijau. Sumur resapan sulit diterapkan, karena minimalisnya luas lahan
yang tersisa. Penglaju dari sekitar Jakarta menambah beban dan kemacetan lalu
lintas, belum kebutuhan konsumsi air minum dan air bersih. Populasi manusia di
Jakarta punya andil dalam polusi tanah, air dan udara.
Jakarta perlahan tapi pasti menuju kota
danau atau daerah khusus air [HaeN]. 29 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar