Halaman

Sabtu, 11 Oktober 2014

KOMUNITAS HALAL : KERJA SAMA ATAU MANDIRI

KOMUNITAS HALAL : KERJA SAMA ATAU MANDIRI

Menyangkut ketahanan pangan, soal registrasi dan sertifikasi produk halal melalui satu pintu. Yang perlu dicermati tidak hanya masalah agama tetapi juga universal, yaitu kandungan pangan terhadap kesehatan. Maraknya pangan hasil olah tangan maupun industri yang memanfaatkan zat pengawet, zat pewarna, zat perasa atau zat aditif lainnya melebihi ambang batas yang diizinkan jelas akan berdampak buruk. Makanan halal kalau sudah kedaluwarsa juga bisa membahayakan bagi yang mengkonsumsinya.

Batasan tidak halal secara reliji, termasuk cara mengolah, cara mendapatkan, cara menyajikan, dsb.

Jika Komunitas Halal hanya mengandalkan label halal, selain perlu perpanjangan label,  juga membutuhkan ada pengawasan. Hasil  temuan YLKI (Yasasan Lembaga Konsumen Indonesia) maupun razia BPOM ( Badan Pengawas Obat dan Makanan) bisa menimbulkan perang produk. Persaingan antara produsen bisa memanfaatkan situasi labelisasi halal. Atau dari sisi lain adanya pihak yang mengedarkan permen narkoba (BPOM Akan Turunkan Tim Periksa Permen Narkoba di Pasaran, Sumber : Tribunnews.com - Rabu, 4 Januari 2012 11:30 WIB) sebagai tantangan tersendiri.

Makanan/minuman dikonsumsi tiap hari merupakan faktor pendorong agar Komunitas Halal berkerja siang malam. Biaya untuk menyampaikan informasi kehalalan jangan sampai melebihi manfaat yang diharapkan. Kendati jajanan pasar, jajanan anak sekolah harganya hanya ratusan rupiah, bukan berarti luput dari bidikan labelisasi halal.


Menumpang pendidikan fomal mulai PAUD, atau pendidikan pesantren, pengetahuan tentang pangan halal sudah bisa dikenalkan dan diterapkan sejak dini. Peran orang tua sangat berarti, bahkan dominan, jangan membiasakan dan memanjakan anak dengan produk makanan yang tak jelas asal usulnya [HaeN]. 9 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar