Jumat, 31/10/2003 10:05
PENINGKATAN GIZI
ANGGOTA KOMISI KONSTITUSI (KK)
Tidak semua lapisan
masyarakat kenal orang, tahu wajah maupun hafal nama anggota KK - apalagi
kinerjanya. Kalaupun mereka muncul melalui jasa media massa terbatas hanya
pejabat terasnya saja. Bahkan sang pejabat teras selalu muncul bersamaan dan
memberikan komentar yang nyaris mirip. Di NKRI ini yang namanya korupsi bukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk bayar kontrakan bedeng, untuk
biaya anak masuk sekolah dasar, untuk beli susu bayi tetapi lebih ke skala
melipatgandakan kekayaan. Korupsi hanya dimiliki mereka yang memiliki
"kesempatan emas" atau dengan sekali dayung dua tiga kesempatan
terpenuhi.
Begitu juga dengan
anggota KK. Peluang atas kesempatan emas sebagai ekses dari segudang kewenangan
dalam bongkar pasang UUD 1945 ternganga luas. Terlebih menyangkut bahasa hukum
yang sangat luwes - sebagai bahasa yang tergantung penafsiran, tergantung siapa
yang memesan, tergantung bagaimana membunyikannya, tergantung siapa yang
diuntungkan, tergantung kekuatan politik yang menyetir negara ini, tergantung
aliran dana yang bisa membiayai munculnya pasal-pasal, tergantung selera
penguasa negara yang menjadi dalang di balik batu, tergantung setiap kata
bermakna sejuta rasa.
Dengan dalih di atas,
walau tak ada yang menyangsikan kinerja KK, diperlukan antisipasi moral
agamais. Amandemen atas UUD RI 1945 yang dilakukan oleh MPR akan diamanden lagi
dalam waktu yang singkat. Kondisi menjelang Pemilu 2004 tentu rawan dengan
intrik politik, khususnya yang ingin mempertahankan pretasi kekuasaannya.
Konflik terbuka antar kader sudah bisa dilacak sejak awal reformasi. Konflik
fisik antar lawan parpol sudah menjadi berita umum. Konflik terbuka antar elite
politik penyelenggara negara semakin merunyamkan suhu politik. Jangan-jangan KK
menjadi kekuatan tersendiri, terlebih jika hanya menyentuh kepentingan
ketatanegaraan saja.
UUD RI 1945 bak
pondasi negara yang secara teknis memang bisa diinjeksi atau dilakukan
perkuatan sehubungan dengan daya dukung dan daya tampungnya. Kelebihan muatan
negara ini karena banyaknya beban berupa parpol atau perorangan yang ingin naik
pentas. Mereka melihat negara ini sebagai tambang emas, sebahai lahan yang
diperas dan dikuras habis-habisan. Akhirnya biaya demokrasi tak sebanding
dengan hasil manfaatnya.
Anggota KK tidak
hanya kaya akan disiplin berfikir, justru yang diperlukan adalah modal rasa,
bisa merasa bukannya merasa bisa, bagaimana menjalankan amanah sebagai anggota
KK secara bertanggung jawab dunia akhirat. Jangan menganggap KK sebagai mata
pencaharian utamanya, sebagai sambilan yang melimpahkan keuntungan finasial,
sebagai sabetan yang membuahkan kenikmatan duniawi, sebagai daripada menganggur
berpangku tangan lebih baik melipat rupiah. Siapa iri. Rakyat pun berharap
jangan sampai anggota KK pensiun di tengah jalan malah mati kapiran. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar